Selasa, 21 April 2015

Malas itu Kreatif

Segala sesuatu di dunia ini pasti ada sisi positif dan negatifnya. Itu kata kebanyakan orang. Pernyataan tersebut memang benar. Tidak ada sesuatu yang hanya memiliki salah satu sisi saja. Termasuk dengan sifat manusia. Salah satu sifat manusia yang masuk ke dalam kategori sifat buruk adalah malas. Malas adalah sifat yang selama ini sudah ada dan menjadi sifat yang menjadi penghambat seseorang dalam berkarya dan berprestasi. Tapi ternyata dari sifat malas ini sisi positif juga bisa muncul.
Sebuah penelitian di luar negeri menyebutkan rasa malas pada seseorang akan memicu orang tersebut untuk berpikir lebih kreatif dari orang lain. Entah bisa dipercaya atau tidak penelitian tersebut. Tapi saya juga pernah membaca bahwa ada sebuah perusahaan besar di dunia yang mencari orang malas untuk posisi tertentu, bahkan posisi tersebut adalah pekerjaan dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Mengapa seperti itu? Bagaimana penjelasannya? Saya akan mencoba menjelaskan karena kebetulan saya adalah seorang pemalas ulung. Jadi saya bisa membagi apa sebenarnya dirasakan oleh seorang pemalas seperti saya ini sebagai pembuktian penelitian di atas. 
Sebagai seorang pemalas, saya selalu merasa berat untuk melakukan apapun. Saya hanya ingin bermalas-malasan dan melakukan sesuatu yang saya inginkan saja. Itu adalah kodrat dan sifat dasar pemalas. Oleh karena itu, dalam segala hal saya selalu mencari cara termudah dan tercepat bagi saya untuk melakukannya. Bila memang terpaksa harus melakukan sesuatu, maka harus se-efektif dan se-efisien mungkin. Bisa dibilang seorang pemalas adalah orang yang sangat pelit dengan tenaga. 
Contoh kecil saat saya keluar untuk mencari makan, maka saya akan memikirkan dengan rinci tempat makan yang saya tuju, rute yang saya tuju kesana, keperluan saya apa lagi sekalian saya keluar, dan seberapa lama saya keluar. Sampai sedetil itu, karena saya tidak ingin sia-sia mengeluarkan tenaga untuk keluar mencari makan saja. 
Itu adalah contoh kecil saja. Jika dihubungkan dengan kreatifitas maka berbanding lurus. Jika dia seorang pemalas yang dihadapkan dengan sebuah permasalahan yang mau tidak mau harus dia selesaikan, maka dia akan mengerahan segala kemampuan berpikirnya untuk sesegera mungkin menyelesaikan, dengan cara tercepat, termudah dan terefektif dan efisien, namun juga tetap dengan tingkat keberhasilan tinggi. Mengapa dia melakukan hal demikian? Simpel saja. Jika persoalan itu terselesaikan maka dia akan bisa kembali bermalas-malasan seperti biasanya.
Begitu pula saat bekerja. Seorang pemalas pun, pasti butuh pekerjaan. Dan tanggung jawab pekerjaan itu adalah hal yang mau tidak mau harus dia kerjakan jika dia masih ingin mendapatkan haknya, yaitu gaji. Ini yang membuat dia akan tetap bekerja walaupun sebenarnya malas. Nah inilah yang kadang unik. Jika dibandingkan antara pekerja yang rajin dan pemalas di posisi sama, maka terlihat perbedaan signifikan. Pekerja rajin maka akan melakukan pekerjaannya dengan rutin, sesuai dengan pola yang ada dan biasa. Tapi pemalas akan melakukan pekerjaan diluar kebiasaan, dengan caranya sendiri yang tidak biasa dan terkadang unik. Ini pula yang menjelaskan kenapa perusahaan besar merekrut orang malas untuk posisi yang sulit di sana. Orang malas akan  berpikir diluar kotak dan anti-mainstream, dengan mengerahkan seluruh kemampuan dan kreatifitasnya dalam menyelesaikan pekerjaannya. Sesulit apapun pekerjaan itu, dia akan berusaha menyelesaikannya agar dapat denga segera bersantai dan bermalas-malasan lagi.
Mungkin tulisan saya ini agak tidak masuk di akal karena memang bagaimanapun juga sifat malas adalah sifat buruk yang harus dihilangkan.  Memang ini bisa dibilang adalah sebuah kasus kecil, karena tidak semua pemalas itu kreatif. Bahkan mungkin sangat jarang yang seperti ini. Tapi saya mencoba melihat sisi lainnya, yang selama ini mungkin kita tidak menyadarinya.
Bisa jadi ini adalah pembenaran atas sifat yang saya miliki. Bisa jadi. 

Sabtu, 18 April 2015

Permen Karet, Bukan Sekedar Permen

Jika selama ini saya menulis di blog ini tentang cerita atau opini yang bersifat umum, kali ini entah dapat wangsit dari mana, saya ingin membuat tulisan yang bersifat berbagi tips atau manfaat. Mungkin ke depannya saya akan sering memposting tentang tips atau berbagi hal yang saya sendiri merasakan manfaatnya. Untuk pertama kalinya saya ingin membahas tentang permen karet.

 



Permen karet sudah lama dikenal dan dinikmati banyak orang. Permen yang tidak bisa ditelan ini selama ini kita kenal bisa kita mainkan dan membuat balon. Ternyata banyak kegunaan dari permen karet. Kegunaan yang saya tuliskan disini adalah hasil pengamatan, bacaan serta opini saya, tanpa saya cantumkan sumber karena memang saya tidak copy paste. Tapi bila ada kesamaan maka bisa jadi sumber bacaan saya sebelum-sebelumnya sama. Mohon dimaklumi. Berikut manfaat permen karet.

1. Membantu membersihkan gigi.
Manfaat ini mungkin sudah umum diketahui. Dan saya merasakan benar manfaat ini. Sejak kecil saya adalah anak yang sangat hobi untuk sakit gigi. Karena saya sangat malas gosok gigi. Itu berlangsung sampai usia SD. Sejak SMP, saya mulai tahu pentingnya menggosok gigi. Tapi ada sebuah kebiasaan yang bertentangan dengan kebiasaan menggosok gigi. Waktu yang tepat untuk gosok gigi adalah sehabis makan dan sebelum tidur. Nah, sebaliknya saat pagi hari saya mandi dulu plus gosok gigi baru kemudian makan. Tidak enak jika harus gosok gigi lagi. Akhirnya saya selalu berangkat sekolah dengan adanya sisa makanan di mulut. Hingga di televisi muncul iklan permen karet Happydent (sengaja tidak disamarkan karena blog ini tidak terkenal, jadi tidak ada unsur komersialisasi) yang bisa membersihkan mulut dan gigi. Saya pun tertarik dan setiap hari saat berangkat sekolah saya selalu membelinya di warung dekat sekolah. Dan memang banyak perubahan dan terasa sekali manfaatnya.

2. Menyegarkan Nafas.
Manfaat kedua ini masih ada hubungannya dengan yang pertama, yaitu berhubungan dengan mulut dan gigi. Apabila mulut dan gigi bersih maka kuman di dalam mulut akan hilang. Penyebab bau mulut adalah kuman itu. Apalagi permen karet itu adalah permen karet yang beraroma mint.

3. Menghilangkan Rasa Kantuk.
Manfaat satu ini adalah salah satu manfaat terbesar yang saya rasakan. Saya adalah seorang yang hobi tidur dan suka mengantuk di jalan. Padahal setiap hari saya harus menempuh perjalanan lumayan panjang di jalur pantura yang sangat padat dan mematikan. Pasti sangat berbahaya jika mengantuk saat mengendarai. Berkali-kali saya mengantuk saat di jalan, bahkan pernah sampai hampir tertidur Padahal saat itu kecepatan tinggi. Saya juga sering sekali bolak-balik Rembang-Semarang dengan motor. Perjalanannya kurang lebih 3 jam. Pasti akan membuat saya mengantuk. Ide permen karet sebenarnya terjadi tidak sengaja. Saat saya berada di Indomaret, si kasir menawarkan promo permen karet yang murah dan saya pun terhipnotis membelinya. Daripada mubadzir, permen karet itu saya kunyah saat akan berangkat bekerja dan mengendarai motor ke desa. Ternyata ajaib, saya menjadi tidak mengantuk sama sekali. Beberapa hari kemudian saya ke Semarang karena ada Kelas Inspirasi dan berangkat pukul 3 pagi. Tentu saya sangat mengantuk. Tapi berkat permen karet sebanyak 2 buah, perjalanan saya menjadi lancar. Dari situ saya selalu memiliki stok permen karet di tas saya. Untuk teman perjalanan yang sangat bermanfaat bagi saya.

4. Membantu Diet
Permen karet membantu diet? Ya. Caranya adalah dengan meninggalkan camilan atau makanan ringan yang biasa dimakan dengan permen karet. Orang kadang memakan camilan bukan karena lapar, tapi karena mulutnya tidak bisa berhenti mengunyah. Tapi efeknya camilan itu masuk ke perut dan membuat tubuh semakin gemuk. Dengan mengunyah permen karet, maka mulut akan terus mengunyah tanpa ada zat yang masuk ke perut. Dan diet anda pun berhasil. Saya sendiri pernah mengaplikasikannya tapi sekarang berhenti. Yah, bisa dibilang manfaat yang satu ini sedikit berbau teori.

5. Membantu Perokok Berhenti Merokok
Menghentikan orang yang merokok memang sulit jika tidak ada kemauan kuat dari pelakunya. Tapi kadang seseorang yang sudah berniat kuat berhenti merokok masih kesulitas meninggalkan kebiasaannya. Keluhannya adalah bibirnya terasa asam atau ada yang beda. Permen karet bisa mengatasinya. Jika ada keinginan untuk merokok, maka gantikan dengan permen karet. Memang efeknya tidak langsung, butuh waktu. Tapi jika konsisten, lama kelamaan rokok akan digantikan oleh permen karet.

6. Mengurangi Stres.
Pernah melihat seorang kiper mengunyah permen karet saat bermain? Atau pelatih yang terkenal dengan permen karetnya, Mantan Pelatih Manchester United, Sir Alex Ferguson? Untuk apa mereka mengunyah permen karet? Tidak lain adalah untuk mengurangi stres yang dirasakan dan menjadi lebih rileks.Entah dari segi kedokteran bagaimana, tapi menurut saya memang cukup efektif. Mungkin karena otak kita terangsang dengan gerakan mengunyah yang dilakukan terus menerus. Atau mungkin karena pikiran sumber stres tersebut teralihkan karena fokus untuk mengunyah? Entahlah. Yang jelas manfaat ini bisa anda coba jika sedang mengalami stress.

Itu sedikit manfaat yang saya amati dan saya rasakan dari permen karet. Meski banyak manfaat, tentu kita harus bijak memakan permen karet karena tentunya permen karet beragam jenisnya dan beraga pula kandungannya. Gula yang tinggi juga menjadi momok dari permen karet. Oleh karena itu, agar bisa merasakan manfaat seperti yang saya sampaikan, kita harus memilih permen karetnya dan kapan kita memakannya.


Jumat, 17 April 2015

25, Angka Kritis Kegalauan

Jodoh. Sebuah kata yang mudah diucapkan tapi sulit untuk dideskripsikan. Bukan secara tekstual atau epistemiologisnya, tapi secara faktual yang mudah dipahami awam. Apakah jodoh itu pasangan? Atau jodoh adalah cinta? Yang jelas kata jodoh saat ini menjadi topik terhangat di kalangan saya, kalangan usia galau peralihan dari lajang ke menikah. Usia saya sendiri sekarang 25 tahun.Yang ingin saya bahas adalah soal angka 25 itu sendiri. Mungkin ini adalah bentuk curahan hati penulis sendiri, saya, yang sekarang sudah berumur seperempat abad. Wajar, karena memang blog ini adalah tempat mencurahkan isi hati saya. Jadi, sebelum saya diprotes dengan kata "Curcoool nih yee??", saya klarifikasi dulu. Ya, usia 25 adalah usia kritis seseorang dalam menentukan arah hidupnya. Ada beberapa catatan saya atau lebih tepatnya apa yang saya rasakan dan saya amati dari lingkungan sekitar tentang ke-kritisan usia 25.

Yang pertama, usia 25 tahun adalah usia peralihan fase terakhir. Entah saya keliru atau benar, seingat saya ada namanya fase remaja akhir dan fase dewasa awal di tingkatan fase kehidupan manusia secara psikologis. Dan usia 25 ini umumnya menjadi muara antara remaja akhir dan dewasa awal. Pertemuan dua fase yang berbeda inilah yang menyebabkan terjadi distorsi dan proses sinkronisasi mental yang cukup menguras pikiran. Di satu sisi kita masih merasa remaja yang berjiwa muda, penuh emosi, kekanak kanakan, semaunya sendiri. Di sisi lain kita sudah dewasa, harus berpikir matang, bersikap bijak, kuat menghadapi kehidupan dan lain lain. Akhirnya terjadi akulturasi antara karakter remaja dan dewasa di saat bersamaan. Hal ini bisa ditunjukkan ketidak konsistenan dalam bersikap. Kadang sangat dewasa, kadang masih ada unsur kekanakannya. Ini pula yang membuat stres bagi kita.

Kedua, usia 25 tahun umumnya adalah usia para pekerja atau karyawan muda. Setelah lama mengenyam bangku kuliah, akhirnya bisa lulus dan mendapatkan pekerjaan. Entah pekerjaan itu linear dengan bidang kuliahnya atau tidak, entah sesuai dengan keinginan atau tidak, yang jelas di usia ini kebanyakan sudah mempunyai penghasilan sendiri. Di sisi lain, kami belum memiliki tanggung jawab untuk menghidupi keluarga karena memang masih belum berkeluarga sendiri. Walhasil penghasilan yang didapatkan dinikmati sendiri dan diatur sesuka hati. Beruntung bagi orang yang hemat dan teliti. Bagi yang tidak? Maka dia akan merasa menjadi seekor burung elang yang terbang tinggi di awan. Bebas, lepas, menerkam mangsa. Maksudnya adalah kebebasan inilah yang justru menimbulkan kegalauan. Karena terlalu terbiasa bebas maka akan berdampak buruk apabila kelak berkeluarga yang notabene terikat.

Terakhir, usia 25 menjadi sebuah ambang batas yang walaupun tidak tertulis, tapi mau tidak mau diakui oleh masyarakat. Khususnya untuk perempuan. Jika perempuan sampai usia 25 tahun belum menikah, maka secara tidak langsung stigma di masyarakat akan muncul. Minimal dari omongan ringan hingga terberat yang bisa menusuk hati. Memang secara ilmu biologi, usia produktif wanita adalah 20-25 tahun. Semakin lebih dari 25 tahun maka semakin menjadi resiko tinggi untuk hamil. Itu mungkin menjadi salah satu penguat stigma yang ada. Tapi fenomena yang terjadi dan saya amati sendiri cukup unik. Jika memang 20-25 tahun adalah usia ideal bagi perempuan untuk menikah, maka yang terjadi malah sebaliknya. Yang semakin marak adalah kurang atau lebih dari itu. Dan itu terjadi di dalam kondisi yang berbeda latar belakang.
Di pedesaan, fenomena pernikahan dini masih sangat tinggi, bahkan semakin meningkat. Anak-anak usia sekolah yang harusnya belajar malah dipaksa menjadi ibu rumah tangga. Tapi ada pergeseran. Jika dahulu pernikahan dini terjadi karena adat istiadat, saat ini muncul fenomena baru yaitu karena pergaulan bebas. Yang terjadi antara dua, jika tidak sudah terlanjut hamil, maka orang tua kuatir hamil karena pacarannya sudah menjurus dan terlalu intens. akhirnya dinikahkan.
Di sisi lain, di perkotaan, usia pernikahan sangatlah tinggi. Baik untuk laki-laki atau perempuan. Khusus untuk perempuan, di perkotaan sudah lazim adanya wanita karir. Dan mereka benar-benar mementingkan karir mereka daripada menikah. Mereka merasa bebas menjadi lajang daripada harus ribet dengan suami atau anak. Bahkan ada yang merasa jika menikah maka dia akan terkekang dalam hal finansial, tidak bebas berkarir lagi. Ini membuat usia pernikahan menjadi sangat tinggi, diatas 30 tahun.

Kembali ke angka 25. Jika diibaratkan sepakbola, usia 25 tahun ini adalah waktu-waktu krusial yang sangat menentukan. Orang di usia kurang dari 25 tahun biasanya memiliki idealisme yang tinggi, berpikir cukup sekali dua kali dan kadang cenderung nekat. Dan jika mereka berhasil menikah di usia sebelum 25, maka dengan baik mereka akan melewati 25 tahun. Sebaliknya, orang dengan usia di atas 25 tahun sudah memiliki idealisme yang tipis, kenekatan yang menurun bahkan selalu berpikir beribu kali untuk melakukan sesuatu. Termasuk untuk menikah. Akhirnya, jika terlewat usia 25 tahun, maka kemungkinan besar semakin banyak aral dan rintangan yang akan menghalangi untuk menikah.

Note : Paparan di atas adalah opini dan hasil observasi yang sangat subjektif. Jika ada yang merasa tidak sepakat, silahkan protes ke saya dan kita berdiskusi. hahaha

Kamis, 16 April 2015

Masa Depan Selalu Menarik

Saya teringat dulu pada saat masih kuliah saya punya rencana beberapa tahun ke depan. Waktu itu saya sangat idealis dan visioner. Banyak rencana yang mungkin muluk dan tidak masuk akal jika saya membacanya sekarang. Tapi begitulah saya dulu. Kebetulan rencana tersebut masih saya simpan di dalam file saya dan saya coba baca satu persatu. Rencana tersebut diiringi dengan tahun pelaksanaannya. Dan ternyata tidak ada satupun rencana saya yang terlaksana sampai saat ini.


Menarik sekali. Apa yang saya rencanakan dengan semangat dan menggebu-gebu ternyata tidak mampu saya laksanakan. Apakah karena saya tidak mampu? Atau rencana saya yang terlalu tidak mungkin untuk dilakukan? Jawabannya bukan keduanya. Rencana-rencana itu tidak terwujud karena itulah masa depan. Yah, jawaban yang sangat retoris memang tapi itulah kenyataannya. Banyak yang mengatakan, kita hanya bisa berencana tapi Allah-lah yang menentukan. Benar sekali. Tapi kita juga sebenarnya punya andil untuk menentukan masa depan kita, lewat usaha keras dan doa. Ya, doa adalah kuncinya.
Mengapa kita perlu membuat rencana jika ujungnya yang menentukan bukan kita?
Rencana tetap diperlukan sebagai template masa depan kita. Walaupun tidak sama persis dengan rencana, terkadang masih dalam koridornya. Atau mungkin rencana tersebut terwujud tapi dalam waktu yang berbeda dari rencana. Bisa jadi.
Saya sendiri merasakan bagaimana dahsyatnya misteri masa depan. Tidak berlebihan saya mengatakan "dahsyat" karena hidup saya yang saya jalani sekarang sama sekali tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Ya, jangankan dipikirkan atau direncanakan. Dibayangkan saja tidak pernah. Tapi kenyataannya saya menjalaninya sekarang. Saya tidak tahu apa itu NGO sama sekali. Yang saya tahu hanya profesi formal seperti Guru, Dosen, PNS, dan sejenisnya. Dan keinginan saya simpel, menjadi dosen dan mengabdi di almamater saya sendiri.
Tapi ternyata masa depan kembali menunjukkan keajaibannya. Saya katakan ajaib karena memang awalnya saya menyesal sekali tidak langsung melanjutkan kuliah S2 agar bisa segera menjadi dosen seperti teman yang lain, tapi akhir akhir ini saya merasa sangat bersyukur. Betapa tidak, saya membayangkan jika saya saat itu langsung mendapat beasiswa untuk S2 dan tidak bekerja, bagaimana keluarga saya bisa melanjutkan hidup? Enam bulan saya bekerja, ayah saya meninggal dunia. Sedangkan ibu saya penghasilannya sangat pas-pasan. Adik saya masih dua, yang satu kuliah dan yang satu sekolah MAN, setara SMA. Bagaimana adik-adik saya bisa bersekolah?
Itu salah satu keajaiban masa depan yang saya rasakan sendiri. Sekarang saya tidak menyesal melepas beasiswa S2 saya dulu. Saya bersyukur atas jalan yang saya lalui selama ini. Dan sekarang saya sedang berusaha melaksanakan rencana saya dulu untuk S2, karena ibu saya sudah siap untuk membiayai adik-adik saya kuliah. Entah itu dengan beasiswa atau dengan biaya sendiri. Saya gagal di beasiswa saya yang pertama. Tapi saya maklum karena saya tidak fokus dan disibukkan oleh pekerjaan. Saya mencoba peruntungan dengan mengajukan lagi. Nothing to lose. Dapat alhamdulillah, tidak alhamdulillah. Saya mengakui kemampuan dan daya pikir saya, khususnya di bidang akademis sudah memudar, tidak secemerlang dulu. Inilah resiko jika lama bekerja, sudah hampir 3 tahun. Tapi saya tetap nekat ingin melanjutkan kuliah S2, tanpa beasiswa dengan biaya sendiri, jika memang beasiswa percobaan kedua masih gagal. Karena itu adalah keinginan saya dan amanah dari almarhum ayah yang ingin saya lanjut S2, lebih tinggi dari ayah saya yang S1.
Sekali lagi, masa depan memang misteri. Tapi tidak menakutkan, bahkan sangat menarik. Karena masa depan yang tidak pasti dan penuh misteri inilah kita hendaknya selalu bersemangat untuk meniti langkah kita, hari demi hari, untuk membuktikan masa depan kita sendiri.

Selasa, 14 April 2015

Hal Kecil yang Berdampak Besar

Kemarin, saat mengantarkan teman ke sebuah rumah sakit swasta di Kudus, saya merasa ada hal lucu. Di dalam rumah sakit ada orang dewasa berseragam bersepeda di dalam ruangan. Sepeda yang digunakan bukan sepeda umumnya, tapi sepeda mini lengkap dengan keranjang di depan setirnya. Ini orang kurang kerjaan atau bagaimana, pikir saya. Saya amati dan saya lihat dengan seksama. Saya baru paham. Itu adalah kendaraan "operasional" petugas rumah sakit yang mengantarkan berkas pasien dari pendaftaran ke ruangan lain. Entah karena saya yang terlalu katrok atau memang karena di Jember belum ada yang seperti itu. Ternyata banyak cara lain yang digunakan selain sepeda mini. Ada Rumah sakit yang menggunakan sepeda listrik juga. Bahkan ada juga yang menggunakan sepatu roda alias in-line skate. Wah, kreatif juga ya?
Sepulang dari rumah sakit, saya melintasi jalur pantura Kudus-Rembang. Sepanjang jalan saya melihat sebuah rumah makan yang sangat ramai pengunjung. Dari situ saya berasumsi bahwa bisnis rumah makan di jalur pantura pasti sangat menjanjikan. Bagaimana tidak? Jalur pantura adalah jalur terpadat di Asia Tenggara. 24 jam tanpa henti kendaraan silih berganti melewatinya. Pasti akan dibutuhkan tempat pengisi amunisi perut yang kosong. dan terbukti beberapa rumah makan menjadi sangat terkenal dan besar di sepanjang pantura. Tapi pemikiran itu terbantahkan sendiri dengan pengamatan saya selama saya berangkat ke desa dampingan yang juga melewati jalur pantura. Banyak sekali rumah makan yang sepi pengunjung dan bisa dibilang seperti rumah hantu. Padahal sama-sama di jalur pantura. Apakah yang membedakan dengan rumah makan yang ramai? Saya pernah mendengar jika berbisnis seperti itu ada hal-hal mistis yang mengiringinya, yang mempengaruhi ramai tidaknya sebuah tempat. Untuk hal itu saya tidak akan membahasnya. Tapi ternyata memang ada hal yang mempengaruhi.
Saya mendapat cerita bahwa seseorang memiliki bisnis rumah makan yang besar. Bahkan memiliki banyak cabang yang semuanya ramai. Keuntungannya sudah mencapai hitungan milliar. Bahkan dalam seminggu, saat libur natal dan tahun baru, pernah mencapai angka 2,1 milliar!! Luar biasa. Hanya dari pemasukan untuk Toilet saja bisa mencapai 10 juta per hari. Apa rahasianya? Ternyata jawabannya adalah service alias pelayanan. Bukan hanya pelayanan berupa makanan yang enak atau pelayan yang ramah saja. Tapi service kepada orang penting. Siapa itu? Sasaran dari rumah makan tersebut adalah bus pariwisata. Orang pentingnya adalah Supir, Kernet dan Tour Guide. Merekalah yang diberikan pelayanan lebih. Mengapa mereka? Karena merekalah yang menentukan seisi bus mau diarahkan kemana. Penumpang yang notabene adalah pelancong manut-manut saja mau dibawa kemana.
Saat awal dibuka, ternyata rumah makan ini menstop bus pariwisata yang lewat dan diarahkan masuk ke dalam rumah makan. Dan makanan dan minuman semuanya gratis! Di situlah awal terjadinya hubungan erat orang penting pariwisata dengan rumah makan. Setiap datang bus pariwisata, orang penting tersebut dipersilahkan menuju ruang khusus kru. Pelayanannya adalah dengan sebungkus rokok, makan sepuasnya, minum sepuasnya dan masih mendapat uang saku. Nah, enak kan? Selain itu ada banyak rahasia lain yang tidak berbau mistis tapi tidak saya sampaikan disini.
Itulah. Hal kecil dan sederhana kadang menjadi pembeda. Dan perbedaan yang terjadi tidak kecil. Sebuah kreatifitas dan inovasi kadang dianggap remeh karena dirasa tidak penting. Padahal terkadang hal kecil itulah yang akan menjadi penentu keberhasilan seseorang.
Yah, sekecil apapun ide kita, hendaknya kita salurkan. Siapa tahu itu titik tolak menuju kesuksesan kita. Ya kan?



Senin, 13 April 2015

Katanya Sih Bikin Tentang Kesuksesan (Esai LPDP yang Gagal)



Saya masuk kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember sebagai mahasiswa yang sangat sederhana, yang berangkat kuliah dengan naik sepeda kayuh. Saya awalnya tidak terfikir untuk mengikuti kegiatan organisasi manapun di kampus karena saya sudah bisa kuliah saya sudah bersyukur karena orang tua saya berjuang keras untuk itu. Saya hanya ingin fokus kuliah dan belajar saja. Tapi ternyata semua berubah saat saya ditunjuk menjadi Komandan Tingkatan atau ketua angkatan. Dari situ saya menjadi aktif di banyak kegiatan karena sebagai komting selalu menjadi wakil angkatan.
Puncak kesibukan saya terjadi pada saat saya menginjak semester 5. Pada saat itu saya menjabat sebagai Presiden BEM FKM Universitas Jember, menjadi Kepala Divisi Kaderisasi ISMKMI, melaksanakan penelitian dana hibah skripsi dari Indofood Riset Nugraha, mengikuti ajang Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Tingkat Universitas Jember, perkuliahan di peminatan Epidemiologi yang semakin gencar turun ke lapangan, tugas mata kuliah untuk membuat film dan performance, dan kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan yang sudah dimulai.
Semua kesibukan itu saya rasakan dan pikul sendiri dalam waktu yang bersamaan. Yang semakin membuat saya berada dalam tekanan adalah semua tugas saya itu menuntut kesempurnaan dari saya, tanpa memperdulikan bahwa saya memiliki tanggung jawab lain dalam waktu bersamaan. Setelah sempat berada di titik terbawah dan merasa sangat jatuh dengan kondisi saya, saya akhirnya bangkit. Saya sadar bahwa semua itu adalah tanggung jawab dan amanah yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Semua hal itu saya emban karena saya dipercaya dan dirasa memiliki kemampuan. Tidak semua orang mendapatkan kepercayaan ini. Dari sinilah saya akhirnya mampu memberikan yang terbaik dari diri saya untuk semua tanggung jawab itu.
Menurut saya, itu merupakan sebuah kesuksesan yang luar biasa pada saat saya di bangku kuliah. Saya menjadi mendapatkan banyak hal dari sana. Manajemen waktu, pikiran dan hati menjadi hal mutlak. Selain itu banyak tantangan baru yang saya hadapi selama melaksanakan semua tanggung jawab saya. Berkat hal itu pula saya bisa dipercaya untuk menjadi pemateri di berbagai kegiatan untuk berbagi tentang pengalaman yang pernah saya alami selama kuliah. Nama saya pun masih menjadi pembicaraan di kampus hingga saat ini walaupun sudah hampir 3 tahun saya meninggalkan kampus. Itu sebuah kebanggaan tersendiri bagi saya.
Kesuksesan saya selanjutnya adalah sekarang saya sudah mampu menjadi lebih mandiri. Saya sedari kecil dilahirkan dari keluarga biasa dan sederhana. Saya jauh dari kata mandiri dan sangat bergantung kepada orang tua. Sampai pada bulan Juli 2013, ayah saya meninggal dunia. Sedangkan adik saya ada dua, yang satu di bangku kuliah yang satu SMA. Ibu saya penghasilannya sangat kecil, hanya cukup untuk makan sehari-hari. Akhirnya sayalah yang harus menghidupi keluarga dan menyekolahkan adik saya. Sejak saat itu saya berusaha mandiri dan fokus bekerja untuk memenuhi tanggung jawab saya menggantikan ayah saya. Saya pun juga membuka usaha kecil-kecilan di dunia maya untuk menambah penghasilan. Segala upaya saya lakukan demi bisa membuat adik-adik saya tetap bersekolah. Dan saya bersyukur bisa melewatinya sampai sekarang. Saya mengambil hikmah besar dibalik musibah meninggalnya ayah saya. Saya menjadi jauh lebih dewasa dan bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. Saya juga lebih mandiri dan dapat mengatur diri sendiri dengan baik. Perubahan itulah yang menurut saya adalah sebuah kesuksesan.
Kesuksesan pertama saya di bangku kuliah tidak lepas dari dukungan dan doa orang tua saya yang selalu mendukung saya. Doa mereka membuat saya kuat dan mampu bertahan untuk melaksanakan semua amanah. Hal besar yang saya dapatkan dari situ adalah sebuah Soft Skill. Kesuksesan saya yang kedua adalah hasil dari soft skill yang telah saya asah itu. Saya mampu bertahan di dunia kerja, mampu menjadi lebih mandiri dan dewasa juga karena saya mengerahkan segala kemampuan saya, termasuk soft skill yang saya miliki. Selain itu doa ibu saya juga bersinergi dengan usaha saya sehingga dapat menjadi sebuah anugerah besar bagi saya hingga hari ini.
Ayah saya sangat ingin melihat saya menjadi dosen dan memberikan manfaat bagi orang lain di bidang saya, yaitu kesehatan. Walaupun saat ini beliau tidak mampu menyaksikan secara langsung, saya yakin jika saya mampu menjadi dosen, beliau akan bangga di alam sana. Dengan menjadi dosen saya akan berusaha selalu memberikan kontribusi dan manfaat bagi masyarakat sekitar khususnya, dan bagi Indonesia pada umumnya. Itu adalah kesuksesan terbesar dalam hidup saya.

Setitik Peran yang Sudah Saya Beri (Esai LPDP yang Gagal)



Sejak kecil, saat ditanya oleh orang-orang tentang cita-cita, selalu saya jawab dengan lantang dan mantab, DOKTER! Entah cita-cita itu didasarkan karena profesi itu sangat keren bagi saya waktu itu atau saya benar-benar ingin membantu orang lain yang sedang sakit. Alasan sederhana untuk seorang anak kecil yang masih lugu. Cita-cita saya tersebut coba saya jaga hingga bangku sekolah. Namun keinginan itu mulai memudar dan benar-benar hilang saat saya SMA. Saat itu saya menyadari bahwa menjadi dokter tidak mudah, utamanya dalam hal biaya. Orang tua saya pun menyatakan ketidakmampuannya jika saya ingin melanjutkan kuliah di Kedokteran. Akhirnya saya memilih masuk ke Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Pilihan saya inipun sebenarnya bukan pilihan saya sendiri, tapi pilihan orang tua saya. Saya sama sekali tidak tahu tentang jurusan ini. Namun dengan niat saya mengikuti saran orang tua dan saya yakin doa orang tua akan menjadi kunci keberhasilan saya. Akhirnya saya diterima di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember. Dari situ saya mulai mencintai Kesehatan Masyarakat. Saya sangat merasakan bagaimana bidang keilmuan ini menyentuh sekali dengan masyarakat dan dapat memberikan kontribusi konkret bagi masyarakat. Secara akademik, saya diwajibkan selalu turun ke masyarakat untuk mempu melihat kondisi riil kesehatan mereka. Mulai dari tugas kuliah biasa, pembuatan makalah kelompok hingga tugas Pengalaman Belajar Lapangan yang sangat bersentuhan dengan masyarakat. Yang paling terasa adalah Pengalaman Belajar Lapangan, dimana saya diharuskan berada di sebuah desa yang terpilih bersama sebuah kelompok untuk menjalankan beberapa program dan mengaplikasikan keilmuan saya disana.
Dari PBL ini saya bisa sedikit memberikan kontribusi kepada masyarakat di desa Baletbaru, Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Kami sekelompok bekerja sama dengan Bidan Desa, Kader Posyandu dan Pemerintahan Desa untuk menjalankan program kesehatan. Tiga Program yang saya laksanakan bersama kelompok adalah Penanganan Gizi Buruk, Stop BABS dan Pembentukan Paguyuban Tuberculosis. Ketiga masalah itu memang menjadi sorotan di Desa baletbaru. Dan dari ketiga program tersebut, yang paling membuat saya bangga adalah Pembentukan Paguyuban Tuberculosis (TB). Kasus TB di Desa Baletbaru sudah sangat memprihatinkan dan peningkatan tersebut karena kurangnya penanganan dini serta adanya Drop Out penderita akibat tidak teratur meminum obat. Maka Paguyuban TB Inilah yang menjadi solusi penanganan TB dan pengurangan angka drop out penderitanya. Paguyuban TB ini saya beri nama AWASI (Atasi Penyakitnya, WASpada penularannya, Ikuti pengobatannya). Paguyuban ini yang kedua di Kabupaten Jember dan menjadi sorotan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dan Jawa Timur. Hingga hari ini, sudah sekitar 3 tahun setelah dibentuk, paguyuban ini masih tetap berjalan dengan baik. Dan kasus TB di Desa baletbaru sudah menurun secara siginifikan.
Selain secara akademik, sisi non akademik juga memfasilitasi saya dalam kesehatan masyarakat. Saya aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa FKM Universitas Jember sebagai Presiden. Dari sanalah saya bisa menyalurkan idealisme saya. Saya menggerakkan BEM untuk melakukan aksi nyata berupa penggalangan dana untuk bencana yang terjadi, turun ke jalan untuk mengkampanyekan hari-hari besar kesehatan, aksi advokasi kepada pemerintahan tentang kawasan tanpa rokok, kegiatan donor darah serta kegiatan lainnya. Saya juga aktif di Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia. Di sana saya ikut berkontribusi dalam mengadvokasi pemerintahan pusat salah satunya Petisi tentang Kriteria Calon Menteri kesehatan dan Demo Untuk Menuntut Tidak Disahkannya RUU Tembakau.
Saat inipun saat saya bekerja, saya masih dapat sedikit kontribusi di bidang kesehatan karena lembaga tempat saya bekerja adalah INGO yang berkonsentrasi pada anak dengan beberapa program yang masih berbau kesehatan di Kabupaten Rembang. Program tersebut adalah Program Kesehatan Ibu dan Anak serta Program Air Bersih dan Sanitasi. Dari sana saya bisa memberikan bantuan secara langsung, baik berupa materi dan fisik, maupun bantuan kapasitasi dan pemberdayaan bagi masyarakat. Saya merasakan hal yang luar biasa saat bisa membantu mereka, dan bekerja bersama-sama dengan pihak pemerintah Kabupaten Rembang, untuk bisa meningkatkan kesehatan masyarakat, khususnya di Rembang.
Kesemuanya tadi masih belum bisa menunjukkan bahwa saya telah memberikan kontribusi nyata bagi kesehatan masyarakat di Indonesia. Untuk itu saya ingin lebih memberikan banyak kontribusi lagi dan memiliki peran yang lebih besar bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Salah satunya dengan menjadi dosen. Dengan ilmu yang saya dapatkan di perkuliahan S2 untuk menjadi dosen, dikombinasi dengan pengalaman saya terjun langsung di masyarakat, baik saat kuliah dan menjadi aktifis, maupun saat bekerja selama dua tahun ini di INGO, saya yakin saya mampu untuk memberikan yang terbaik dari diri saya untuk kesehatan masyarakat, minimal di lingkungan sekitar saya, bahkan di Indonesia.