Senin, 05 Agustus 2013

SPBU (Seberkas Pijar Berkilau Untukku): Sekuel Antologi Sang Pemburu (Chapter 1)



“DILARANG MEROKOK DAN MATIKAN MESIN SAAT PENGISIAN BERLANGSUNG”

Kata yang begitu jelas terpampang di tembok putih itu sudah sangat akrab bagiku. Ya, aku bekerja di sebuah SPBU milik Pertamina yang ada di kotaku tercinta, Surakarta, atau yang terkenal dengan nama kota Solo. Tiap hari aku habiskan waktuku dengan menunggu kendaraan yang “kehausan”. Kadang saat sedang sepi, aku memandang hijau sawah di seberang jalan atau sekedar memandang kendaraan yang melintas. Tapi bukannya aku diam saja, tapi aku barengi dengan berdzikir pada Illahi. Yah, hitung-hitung nambah pahala.

Brumm...Sebuah mobil Carry putih menuju ke arahku. Tiba-tiba kaca diturunkan.
“Full, Mas!”

Dengan sigap aku masukkan “senjata” andalanku dalam tangki mobil itu. Kuamati mobil ini. Mmm,... walaupun sudah tua, mobil ini masih bagus. Aku tahu dari suaranya yang berdesir halus. Setelah penuh, kutatap mesin penghitung harga di belakangku.

“Sembilan puluh ribu, Pak”.

Dengan cepat selembar merah kuterima dan kuberikan kembalian. Lalu mobil itu berjalan, berlari, melesat lalu menghilang. Kulihat jam dinding. Jam empat sore. Ah sudah waktunya pulang. Akupun bersiap kembali ke rumah.

“Di, Ron, aku bali yo?”
“Yo, ati-ati!”
“Ris, Nit, pulang dulu ya!”
“Ok hati-hati.”

Kusapa teman-teman seperjuanganku. Mereka belum pulang, menunggu shift berikutnya datang. Kustarter motor Astrea Grand kesayanganku dan aku melaju dengan santai. Mobil-mobil mewah seperti mengejek motorku dengan keangkuhannya. Truk-truk layaknya raja jalanan melintas dengan kencangnya. Tapi aku tak pedulikan mereka. Yang terlintas di benakku hanya rumah, rumah dan rumah.

“Assalamualaikum”.
“Wa’alaikum salam”.

Aku cium tangan ibuku. Lalu aku mengambil handuk.

“Li, mengko bengi ana pengajian nang omahe Pak Kurniawan. Kowe ronoa ya?” ujar ibu sebelum aku masuk ke kamar mandi.

Dengan lemas kuanggukkan kepala. Lalu kunikmati kesegaran air. Oh, begitu nikmat rasanya. Byur..byurr..
Seragam sudah kupakai. Yak, seragam kedua, selain seragam kerja. Sarung, baju koko dan kopyah. Meski aku tidak begitu ganteng, tapi aku tampak lebih menawan jika kupakai seragamku ini. Hehehe, kok aku muji diri sendiri sih? Tapi kalo bukan aku yang muji, siapa lagi yang mau muji aku? Ah sudahlah..

“Bu, kula datheng masjid..Assalamualaikum”.
“Wa’alaikum salam”

Ternyata di masjid telah banyak jamaah yang sudah datang. Aku heran. Biasanya paling-paling cuma 10-15 orang. Sekarang lebih dari dua kali lipatnya. Tapi aku senang, masjid jadi ramai dan makmur. Dan kuangkat tanganku untuk takbir. Sholat tahiyyatal masjid.
-Bersambung-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar