“DILARANG MEROKOK DAN MATIKAN MESIN SAAT
PENGISIAN BERLANGSUNG”
Kata yang begitu jelas terpampang di tembok
putih itu sudah sangat akrab bagiku. Ya, aku bekerja di sebuah SPBU milik
Pertamina yang ada di kotaku tercinta, Surakarta, atau yang terkenal dengan
nama kota Solo. Tiap hari aku habiskan waktuku dengan menunggu kendaraan yang
“kehausan”. Kadang saat sedang sepi, aku memandang hijau sawah di seberang
jalan atau sekedar memandang kendaraan yang melintas. Tapi bukannya aku diam
saja, tapi aku barengi dengan berdzikir pada Illahi. Yah, hitung-hitung nambah
pahala.
Brumm...Sebuah mobil Carry putih menuju ke
arahku. Tiba-tiba kaca diturunkan.
“Full, Mas!”
Dengan sigap aku masukkan “senjata”
andalanku dalam tangki mobil itu. Kuamati mobil ini. Mmm,... walaupun sudah
tua, mobil ini masih bagus. Aku tahu dari suaranya yang berdesir halus. Setelah
penuh, kutatap mesin penghitung harga di belakangku.
“Sembilan puluh ribu, Pak”.
Dengan cepat selembar merah kuterima dan
kuberikan kembalian. Lalu mobil itu berjalan, berlari, melesat lalu menghilang.
Kulihat jam dinding. Jam empat sore. Ah sudah waktunya pulang. Akupun bersiap
kembali ke rumah.
“Di, Ron, aku bali yo?”
“Yo, ati-ati!”
“Ris, Nit, pulang dulu ya!”
“Ok hati-hati.”
Kusapa teman-teman seperjuanganku. Mereka
belum pulang, menunggu shift berikutnya datang. Kustarter motor Astrea Grand
kesayanganku dan aku melaju dengan santai. Mobil-mobil mewah seperti mengejek
motorku dengan keangkuhannya. Truk-truk layaknya raja jalanan melintas dengan
kencangnya. Tapi aku tak pedulikan mereka. Yang terlintas di benakku hanya
rumah, rumah dan rumah.
“Assalamualaikum”.
“Wa’alaikum salam”.
Aku cium tangan ibuku. Lalu aku mengambil
handuk.
“Li, mengko bengi ana pengajian nang omahe
Pak Kurniawan. Kowe ronoa ya?” ujar ibu sebelum aku masuk ke kamar mandi.
Dengan lemas kuanggukkan kepala. Lalu
kunikmati kesegaran air. Oh, begitu nikmat rasanya. Byur..byurr..
Seragam sudah kupakai. Yak, seragam kedua,
selain seragam kerja. Sarung, baju koko dan kopyah. Meski aku tidak begitu
ganteng, tapi aku tampak lebih menawan jika kupakai seragamku ini. Hehehe, kok
aku muji diri sendiri sih? Tapi kalo bukan aku yang muji, siapa lagi yang mau
muji aku? Ah sudahlah..
“Bu, kula datheng masjid..Assalamualaikum”.
“Wa’alaikum salam”
Ternyata di masjid telah banyak jamaah yang
sudah datang. Aku heran. Biasanya paling-paling cuma 10-15 orang. Sekarang
lebih dari dua kali lipatnya. Tapi aku senang, masjid jadi ramai dan makmur.
Dan kuangkat tanganku untuk takbir. Sholat tahiyyatal masjid.
-Bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar