Sreeeng..sreeng...ctakk
ctakk..
Suara nasi yang sedang
digoreng menggoda telinga. Apalagi baunya. Akupun segera siapkan piring. Nasi
datang langsung kusikat. Ibuku memandangku sambil tersenyum.
Aku hanya tinggal berdua
dengan ibuku. Aku anak tunggal dan ayahku meninggal waktu aku masih SD. Karena
serangan jantung.
“Bu, kula mangkat
rumiyin”.
Kucium tangan ibuku yang
keriput.
“Assalamualaikum”
Setelah agak lama baru
terdengar.
“wa’alaikum salam”.
Motor kugerakkan pelan.
Masih belum siang, jam delapan pagi. Matahari sudah cukup terik, meskipun belum
terlalu menyengat. Yang seperti ini masih mengandung sinar yang menyehatkan
karena dapat mengubah pro-vitamin D menjadi Vitamin D dalam tubuh kita.
Begini-begini aku lulusan SMAN 1 Surakarta lho! Sekolah terfavorit di kota ini.
Jadi masih lekat di ingatan tentang pelajaran itu.
Di SPBU sudah ada Aan dan
Bimo, juga beberapa pegawai lain. Hari ini hari sekolah, biasanya SPBU ramai.
“An, rame opo ora?”
“Lumayan , li. Akeh cah
sekolah ngisi” sahut Aan sambil mengisi bensin di sebuah angkot.
“Ooo, yo wis”
Aku menaruh tas di kantor
dan siap berjuang dalam tugas.
Waktu matahari pas di
ubun-ubun, sebuah mobil Taft hitam berhenti.
“Sepuluh liter,Mas” ucap
pengemudinya.
Kuisi bensin dalam
tangki. Saat itu kupandang pemilik mobil. Memakai jaket almamater bertuliskan
UNS. Universitas Negeri Solo. Aku mulai teringat. Saat aku lulus SMA, aku sudah
berencana kuliah, minimal di kampus yang sama dengan anak itu. Maklum, aku
selalu peringkat tiga besar. Puncaknya di dua semester terakhir aku menjadi
juara kelas. Nilai UAN-ku pun termasuk lima besar di sekolahku. Aku ingin
mencoba PMDK di Teknik Hasil Pertanian IPB, juga ikut SPMB Teknik Elektro ITB.
Waktu itu rasanya dekat sekali dengan kenyataan, melihat prestasi dan
kemampuanku. Tapi aku lupa, aku ini siapa? Anak janda yang bekerja sebagai
tukang jahit. Jangankan buat kuliah di
universitas ternama, untuk bertahan hidup saja sudah mati-matian. Sebenarnya,
aku sedikit marah dengan keadaanku sendiri. Teman-temanku yang kemampuannya di
bawahku bisa kuliah di UI, ITB, UGM, IPB, ITS dan kampus favorit lainnya. Tapi
aku, yang juara kelas, Cuma jadi tukang isi bensin.. Dan sekarang....
“Mas, berapa?” kata anak
pemilik mobil membuyarkan lamunanku.
“Ngelamun ya mas? Jangan
banyak ngelamun mas. Ntar dimasukin lo?” kata anak itu lagi mengajakku
bercanda.
“Hhehe.emang dimasukin
apa?.”
“Ya roh halus gitu, Mas”
jelasnya
“Tapi kalo roh cewek
cantik gak apa-apa. Apalagi mau jadi pacarku, ya nggak?” celetukku asal.
“Biar cantik kalo hantu,
mas. Emoh aku. Hahaha..Mas ini ada-ada aja. O iya berapa mas? Sampai lupa.”
“Hehe, iyo lali. Empat
puluh lima mas.”
Ini, mas. Makasih ya”
“Sama-sama”
Ah sudah waktunya sholat Akupun memasang pembatas di pompaku agar tak ada kendaraan yang mengisi disini. Tutup sementara. Aku lalu menuju musholla. Kuambil air widhu..kulupakan sejenak kepenatan hari ini. Kuluapkan semua pada Illahi..
-Bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar