Rabu, 18 Juni 2014

Dollysisasi Berakhir, Akhir atau Awal Masalah?

Beberapa tahun lalu, saat saya masih berstatus mahasiswa, diskusi panas tentang dolly muncul dalam forum sebuah mata kuliah di kampus saya. Mata kuliahnya adalah Kesehatan Reproduksi. Saat itu muncul sebuah pertanyaan, "Bagaimana pendapatmu soal Lokalisasi Dolly? Setuju atau tidak?"
Walhasil seisi ruang kelas waktu itu riuh karena masing masing mulai berdiskusi dengan yang lain. Dan seperti biasanya, ada dua kubu yang muncul. Pro dan kontra.
Dimanakah posisi saya saat itu?
Saya sejak mahasiswa, dan mungkin hingga sekarang, memang seorang yang idealis. Namun bukan idealis kritis ofensif (baca:suka bertanya dan menjatuhkan orang lain), tapi idealis kritis defensif diplomatis problem solver(baca: suka menjawab dan memberikan solusi berupa penjelasan). Jawaban saya pun sangat win win solution. saya ingat sekali jawaban saya waktu itu.
"Sebagai seorang Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, saya mendukung adanya Dolly karena dapat melokalisir penyebaran HIV/AIDS serta memudahkan dalam pemantauan oleh tenaga kesehatan. Sedangkan sebagai seorang muslim, saya tidak setuju karena jelas dalam Islam zina adalah dosa besar dan dolly seperti melegalkan perzinaan."
Dan waktu itu diskusi tidak menghasilkan kesimpulan karena kami hanya berdiskusi dalam sebuah mata kuliah. Saya pun waktu itu berpikir tidak mungkin lokalisasi terbesar se-Asia tenggara dapat ditutup karena bisa jadi menjadi salah satu penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang besar. Tapi hari ini sebuah keajaiban terjadi. Seorang wanita tangguh berani menutup Dolly!
Dia adalah Tri Risma Harini atau biasa disapa Bu Risma, Walikota Surabaya.
Sangat ekstrim. Luar biasa dan amazing. Saya disini tidak akan membahas tentang Bu Risma nya karena media sudah sering memberitakan beliau. Saya hanya ingin mengulas dampak posutif dan negatif penutupan dolly ini dan tentunya dengan saran atau harapan saya pribadi tentang penutupan dolly.

Pertama saya sampaikan kekurangan penutupan dolly di mata saya.
1. Penutupan dolly akan berakibat semakin berkembangnya penyakit HIV/AIDS. Seperti yang saya sampaikan di awal, istilah lokalisasi digunakan karena merupakan tempat melokalisir kegiatan prostitusi yang notabene.merupakan sarang penyakit HIV AIDS. Dengan adanya lokalisasi maka siklus penyebaran penyakit HIV/AIDS akan mudah terdeteksi karena sudah jelas di situlah lokasi utamanya. Petugas kesehatan pun akan lebih mudah melakukan monitoring serta sosialisasi secara rutin. Bukti terkuat adalah di Jember. Sebelum lokalisasi Puger ditutup, Jember menduduki peringkat papan tengah jumlah HIV/AIDS. Namun setelah ditutup pada tahun 2009, peringkatnya merangsek menjadi nomor 3 se Jawa Timur. Apakah kekurangan ini tidak dapat diatasi? Solusinya? Menurut saya, setelah ditutupnya dolly, mantan PSK didata dan tetap dipantau kegiatan dan posisinya sehingga dapat ditekan kemungkinan adanya penularan yang semakin menyebar. Dan segala upaya ini seharusnya dilakukan jauh- jauh hari sebelum hari-H penutupan dilakukan.
2. Lokalisasi Dolly merupakan sumber pendapatan bagi banyak pihak. Tidak hanya PSK, germo atau mucikari saja, namun tukang parkir hingga penjual makanan pun mendapatkan rejeki dari adanya Dolly. Ditutupnya dolly akan mematikan pendapatan mereka. Untuk yang satu ini bukan perkara mudah. Hal ini pulalah yang membuat Bu Risma mengatakan "Saya sudah ijin keluarga. Jika saya mati, ikhlaskan". Pihak yang kontra dengan penutupan dolly ini jelas merasa sumber pendapatan mereka akan hilang jika benar-benar dolly akan ditutup. Untuk yang satu ini, solusinya sudah mulai diterapkan jauh jauh hari, seperti pelatihan usaha bagi PSK maupun mucikari dan relokasi bagi pedagang atau yang bersangkutan lainnya. Yang berat adalah pohak yang punya kepentingan lebih dari itu, yaitu para makelar makelar besar yang menjadi musuh utama penutupan dolly itu.
3. Akan muncul tempat prostitusi yang lebih sporadis dan dalam lingkup lebih kecil. Ya, ibarat pepatah " Mati satu tumbuh seribu", itulah yang akan terjadi jika dolly ditutup. Tidak dapat dipungkiri bahwa prostitusi muncul karena ada demand yang cukup besar sehingga dibutuhkan supply cukup besar pula. Selain itu faktor "kebiasaan" membuat beberapa PSK merasa tidak ada pekerjaan lain yang pas untuk dia. Kehidupan mewah, kemudahan mendapatkan uang banyak dalam waktu singkat dan lingkungan yang menuntut hal tersebut membuat mereka memilih inisiatif untuk membuka "lapak" di tempat lain dengan pelangggan yang mungkin sama. Solusinya adalah dilakukan pemantauan ketat kepada mantan PSK dan dilacak kegiatan pasca penutupan dolly tersebut.

Lalu apa kelebihan penutupan dolly?
Sebenarnya tanpa saya jabarkan semua orang pasti tahu tentang manfaat penutupan dolly, yaitu menghentikan legalisasi prostitusi di Indonesia yang bertentangan dengan ajaran agama manapun. Namun ada beberapa kelebihan yang mungkin perlu saya sampaikan, antara lain.
1. Memutuskan mata rantai kejam prostitusi. Prostitusi itu sangat kejam. Memang para PSK dijanjikan dengan bayaran melimpah dengan pekerjaannya. Namun dibalik itu, ada pihak yang jauh diuntungkan. Germo atau mucikari. Mereka mendapatkan hasil jauh lebih banyak dari pelaku na sendiri. Dan sistem yang mereka berlakukan sangat kejam. Tiap germo punya cara masing masing dalam merekrut maupun mengelola para PSK nya. Dan tidak ada yang manusiawi. PSK baru didapatkan salah satunya dengan trafficking. Dengan ditutupnya dolly, jelas akan memutuskan mata rantai itu.
2. Merubah image Surabaya. Hal ini jelas sangat signifikan. Karena dolly identik dengan Surabaya dan Surabaya identik dengan dolly. Sering ada guyonan bahwa Universitas Airlangga memiliki 4 kampus, yaitu kampus A, B,C,D. Padahal sejatinya hanya sampai C. Untuk kampus D adalah kampus Dolly.. dengan ditutupnya dolly maka image Surabaya sebagai tempat prostitusi terbesar se Asia Tenggara akan hilang.
Masih banyak kekurangan ataupun kelebihan dari penutupan Dolly. Hal itulah yang memantik adanya pro- kontra yang bahkan terjadi antara Walikota dengan Wakil walikotanya. Yang jelas, menurut hemat saya, segala sesuatu yang lebih banyak mudhorotnya daripada manfaatnya harus dihindari. Apalagi menyangkut dengan kepentingan orang banyak. 

Tapi jangan pernah menghitung manfaat dan mudhorot secara matematis, karena sangat tidak relevan. Banyak disini bukan kuantitas, tapi kualitas yang lebih substantif. Jumlah kekurangan dan kelebihan yang saya sampaikan diatas juga bukan tolak ukur yang pasti, karena sekali lagi ini tidak bersifat matematis. Jadi kesimpulannya, apakah saya mendukung atau menolak penutupan Dolly? 
Anda yang dapat menyimpulkannya..

1 komentar:

  1. Masalah Dolly ataupun prostistusi lainnya memaglah tdk cukup dihentikan atau disolusi melalui tangan ibu Risma. Permasalah ini sistemik, maka solusinya pun jg harus sistemik. Mengoreksi trkait penyebaran virus HIV/AIDS, melakukan lokalisasi prostitusi tdklah bs dikatakan solusi yg dibenarkan. Mgkn memag bs meminimalkan penularan virus tsb, tetapi "when we see beyond the eyes can see" sadarilah apakah keberkahan bagi negeri ini akan terjamin? Sejatinya pangkal masalah penularan virus HIV/AIDS adalah pergaulan bebas yang laki2 dn perempuan, yg ternyata tdk hny dilakukan para PSK. Maka mari kita hayati kembali surah ar-rum: 41 dan al-baqarah: 208. Suara saya adalah campakkan aturan buatan manusia dan beralihlah pada aturan dari Allah: syariah Islam dalam bingkai negara.

    BalasHapus