Minggu, 28 Juli 2013

Apa yang Salah dengan FPI?


Front Pembela Islam. Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata itu? Islam? Damai? atau Jihad? Seharusnya kata-kata itulah yang muncul di pikiran kita saat kita mendengar nama Front Pembela Islam. Tapi kenyataan berkata lain. Yang terbersit justru kekerasan, anarkisme, main hakim sendiri dan jauh dari citra Islam itu sendiri. Sebenarnya apa yang salah dengan FPI?
Masih hangat terjadi, FPI (lagi-lagi) menimbulkan hiruk pikuk di Kabupaten Kendal. Kali ini ada korban nyawa seorang ibu yang tertabrak mobil konvoi FPI disana. Apa yang terjadi disana? Bagi yang selalu update berita televisi maupun media lainnya, mungkin sudah mengetahui kronologi kejadian yang ada di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal ini. Tapi mungkin banyak dari anda yang jarang melihat televisi atau menyimak berita karena kesibukan atau lebih aktif di sosial media saja. Di sini saya ingin menjelaskan sedikit kronologinya, baik dari versi FPI maupun versi masyarakat.
Menurut versi FPI, saat itu FPI sedang mengadakan konvoi simpatik di Kendal, dengan menggunakan beberapa mobil. Namun di tengah jalan ternyata dihadang oleh oknum masyarakat yang mereka sebut "preman" dalam jumlah banyak. Karena terjadi kepanikan, mobil pun melaju dengan kencang. Naas, karena panik, mobil konvoi terakhir menabrak seorang ibu yang dibonceng suaminya menggunakan sepeda motor. Mobil FPI menyeret ibu itu hingga beberapa meter hingga tewas. Polisi mengamankan para petinggi FPI yang ada disana di sebuah masjid untuk menghindari amuk massa.
Sedangkan dari versi masyarakat, yang diwakili oleh Bapak Benny, wakil ketua DPRD Kendal yang menjadi saksi mata kejadian itu, jauh berbeda dengan versi FPI. Menurutnya, konvoi FPI bukan konvoi simpatik. Namun konvoi anarkis. Iring2an mobil FPI berhenti sebelum di POM bensin untuk merusak sebuah warung bakso yang kebetulan masih buka di siang hari di bulan Ramadhan. Setelah itu, rombongan FPI membeli bensin di POM tanpa membayar dan memukuli petugas POM. Hal inilah yang memicu kemarahan warga. Akhirnya massa pun menyerang arak2an FPI yang melintas sehingga terjadi insiden penabrakan oleh mobil iring-iringan FPI.
Entah versi mana yang benar. Yang jelas saat ini FPI semakin menguatkan persepsi masyarakat tentang citra buruknya sendiri. Razia, sweeping dan pengrusakan. Itu yang dilihat langsung oleh masyarakat dan teringat di benak mereka tentang FPI. Saya sungguh miris. Seandainya tidak ada kata "Islam" tertulis pada nama FPI, mungkin saya tidak akan peduli. Misalnya namanya Front Pembela Kebenaran (FPK), dan sebagainya. Tapi berhubung nama agama mayoritas di Indonesia ini dicatut tentunya peribahasa, "Karena nila setitik rusaklah susu sebelanga" akan terwujud.
Yah, citra Islam Indonesia secara umum akan turut tercoreng. Padahal FPI hanyalah salah satu umat Islam di Indonesia. Namun kehebohannya mengalahkan yang lainnya. Tentunya keprihatinan ini tidak hanya saya rasakan, tapi juga seluruh umat Islam di Indonesia dari berbagai Ormas dan golongan lain.
Lalu bagaimana kita menyikapinya? Kita disini bukan hanya saya dan sebagian umat Islam yang ada di Indonesia, namun KITA adalah seluruh warga negara Indonesia yang berasal dari berbagai suku, agama, ras dan golongan. 
Kita harus bijak memandang sesuatu. Perlu kita telaah lebih dalam saat mendapatkan sebuah informasi, utamanya dari media. Seperti kita tahu, media saat ini tidak lagi menjunjung tinggi asas netralisme. Setiap media membawa panji motivasi masing-masing dalam menampilkan sebuah berita. Walhasil, keobjektifitasan sebuah peristiwa menjadi sulit kita dapatkan. Cara yang tepat adalah tetap ber-Husnudzon (berbaik sangka) kepada apapun yang terjadi dan kepada siapapun. Termasuk dalam melihat konteks FPI ini.
Kita ber-husnudzon, bahwa niat FPI adalah baik, yaitu Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Menegakkan  kebaikan, mencegah kemungkaran. Razia, sweeping dan pengrusakan FPI sebenarnya juga untuk menegakkan itu. Mereka mungkin sudah geram dengan penegak hukum maupun aparat pemerintahan yang sama sekali tidak menunjukkan ketegasannya. Namun, caranya yang tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia yang notabene adalah negara hukum. Seperti Robin Hood, niatnya mulia untuk menolong warga miskin, namun caranya dengan mencuri.


Husnudzon selanjutnya adalah bahwa ternyata FPI juga tidak hanya melakukan kegiatan yang cenderung anarkis saja. Banyak kegiatan FPI yang baik, misalnya bakti sosial, menjadi relawan terdepan saat bencana, memberikan bantuan materi kepada yang membutuhkan dan sebagainya. Kebaikan tersebut tidak terekspos media. Entah karena tidak menarik atau memang sebuah strategi media untuk mengangkat isu keburukan FPI ke permukaan.
Apapun yang dilakukan FPI, mereka tidak sepenuhnya salah, namun juga tidak bisa kita sebut benar. Pemerintah harus lebih tegas menegakkan regulasi tentang ormas agar FPI tidak semakin merajalela. Aparat juga harusnya merasa "iri" denga FPI yang seoalah-olah mengambil tugas mereka. Dan iri tersebut dilampiaskan dengan melaksanakan tugasnya dengan lebih konsisten. Jika kedua hal itu telah terwujud, maka Amar Ma'ruf Nahi Munkar seperti yang diinginkan FPI bisa terwujud.
Sinergi semua pihak dibutuhkan untuk mewujudkannya, bukan hanya dilakukan oleh satu pihak FPI saja. Perlu diingat untuk FPI, bahwa Islam adalah Rahmatan Lil Alamin. Rahmat bagi seluruh alam. 

Menegakkan Amar Ma'ruf Nahi munkar, maka harusnya Menegakkan Kebaikan (Amar Ma'ruf) dengan kebaikan pula, Mencegah kemungkatan (nahi munkar) jangan dengan kemungkaran pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar