Jumat, 26 Juli 2013

Bukan Yang Sempurna, Tapi Yang Menyempurnakan


Ada sebuah kisah tentang guru dan muridnya, seorang murid bertanya kepada gurunya tentang cinta dan pernikahan. Sang guru tidak menjawab, melainkan memberikan perintah. 
"Berjalanlah kau di semak-semak ini. Ambillah satu ranting yang kau anggap paling bagus. Tapi ingat, hanya satu dan kau jangan mundur ke belakang. Teruslah berjalan ke depan."

Si murid mematuhinya. Beberapa saat kemudian, sang murid kembali ke hadapan gurunya, tapi dengan tangan hampa. Sang guru bertanya, "Mana ranting yang kau dapat?"

Si murid menceritakan,"Aku berjalan di semak-semak tadi, kutemukan ranting yang kuanggap terbaik, lalu kubawa, kemudian ada ranting lagi yang kurasa lebih bagus, kubuang ranting yang kupegang. Setelah itu aku mendapat ranting lagi yang baru, kuambillah ranting itu. Tapi dalam perjalanan aku merasa ranting sebelum-sebelumnya lebih bagus dari yang kupegang sekarang. Maka ku membuang ranting itu dan berharap ada ranting yang lebih bagus lagi. Setelah lama berjalan, ternyata aku sudah sampai di ujung semak belukar itu tanpa mendapatkan apa-apa."

Sang guru tersenyum dan menjawab, "Itulah CINTA."

Kemudian sang guru memerintahkan,"Sekarang masuklah ke hutan belantara itu, tebang satu pohon terbaik yang ada disana, bawalah pulang. Jangan menengok ke belakang dan berjalan mundur."


Si murid pun mematuhinya. Beberapa saat kemudian si murid datang membawa sebatang pohon yang biasa saja. Tidak kelihatan seperti pohon terbaik, tertinggi atau yang terbesar di hutan itu.

Sang guru bertanya,"Mengapa kau membawa pohon biasa saja seperti ini? Bukankah kusuruh mencari pohon terbaik?"

Si murid menjawab,"Aku belajar dari perintahmu yang pertama tadi. Aku sudah berjalan dan terlalu banyak mencari dan berharap ranting terbaik. Tapi aku hanya pulang dengan tangan hampa. Saat aku memasuki hutan itu, langsung saja kucari yang menurutku pohon itu bagus, tanpa memikirkan apakah di depan masih ada pohon lebih baik lagi, dan langsung kutebang. Dan saat perjalanan keluar hutan itu, aku tidak mau lagi melihat pohon-pohon lain dan membandingkan dengan pohon yang kubawa."

Sekali lagi sang guru tersenyum dan menepuk pundak si murid, "Itulah PERNIKAHAN."

Seperti murid yang mencari ranting tadi, itulah saat kita mencari pasangan yang sempurna. Kita memiliki banyak sekali kriteria dan selalu membandingkan dengan yang lain. Jika yang ada sekarang ada kurang sedikit dan yang lain punya kelebihan, maka akan pindah ke lain hati. Tapi setelah tahu ternyata yang dulu lebih baik daripada yang sekarang, timbul rasa sesal.
 
Dan pada akhirnya, seperti si murid tadi, pasti kita tidak akan pernah menemukan pasangan yang sempurna. Hakikat manusia memang adalah makhluq paling sempurna. Namun ingat, makhluq tetaplah makhluq, bukan Sang Pencipta. Kesempurnaan hanyalah milik-Nya saja.
Lalu bagaimana dengan pohon tadi? Seperti murid itu saat memilih pohon, kita memang harus memilih yang terbaik karena dialah yang akan bersama kita di masa waktu yang lama.Jika sudah saatnya kita untuk menikah dan pasangan kita sudah kita rasa yang terbaik, maka menikahlah.


 Tak usah lagi memikirkan ada "pohon-pohon" lain yang lebih tinggi, lebih besar atau lebih indah. Rasa itu hanya membuat munculnya keraguan-keraguan dalam hati. Saat keraguan muncul, maka keputusan akan berujung tidak baik. Karena pernikahan itu suci dan hanya sekali seumur hidup kita, maka saat kita sudah mantap memilih, maka hanguslah pilihan-pilihan yang lain. Hanya ada satu yang terbaik dan akan selalu yang terbaik. 

Akhirnya, 

BUKAN PASANGAN YANG SEMPURNA YANG HARUS KITA CARI, NAMUN PASANGAN YANG MAMPU MENYEMPURNAKAN KITA LAH YANG AKAN MENEMANI KITA UNTUK MEMBINA KASIH YANG SEMPURNA..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar