Kamis, 16 April 2015

Masa Depan Selalu Menarik

Saya teringat dulu pada saat masih kuliah saya punya rencana beberapa tahun ke depan. Waktu itu saya sangat idealis dan visioner. Banyak rencana yang mungkin muluk dan tidak masuk akal jika saya membacanya sekarang. Tapi begitulah saya dulu. Kebetulan rencana tersebut masih saya simpan di dalam file saya dan saya coba baca satu persatu. Rencana tersebut diiringi dengan tahun pelaksanaannya. Dan ternyata tidak ada satupun rencana saya yang terlaksana sampai saat ini.


Menarik sekali. Apa yang saya rencanakan dengan semangat dan menggebu-gebu ternyata tidak mampu saya laksanakan. Apakah karena saya tidak mampu? Atau rencana saya yang terlalu tidak mungkin untuk dilakukan? Jawabannya bukan keduanya. Rencana-rencana itu tidak terwujud karena itulah masa depan. Yah, jawaban yang sangat retoris memang tapi itulah kenyataannya. Banyak yang mengatakan, kita hanya bisa berencana tapi Allah-lah yang menentukan. Benar sekali. Tapi kita juga sebenarnya punya andil untuk menentukan masa depan kita, lewat usaha keras dan doa. Ya, doa adalah kuncinya.
Mengapa kita perlu membuat rencana jika ujungnya yang menentukan bukan kita?
Rencana tetap diperlukan sebagai template masa depan kita. Walaupun tidak sama persis dengan rencana, terkadang masih dalam koridornya. Atau mungkin rencana tersebut terwujud tapi dalam waktu yang berbeda dari rencana. Bisa jadi.
Saya sendiri merasakan bagaimana dahsyatnya misteri masa depan. Tidak berlebihan saya mengatakan "dahsyat" karena hidup saya yang saya jalani sekarang sama sekali tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Ya, jangankan dipikirkan atau direncanakan. Dibayangkan saja tidak pernah. Tapi kenyataannya saya menjalaninya sekarang. Saya tidak tahu apa itu NGO sama sekali. Yang saya tahu hanya profesi formal seperti Guru, Dosen, PNS, dan sejenisnya. Dan keinginan saya simpel, menjadi dosen dan mengabdi di almamater saya sendiri.
Tapi ternyata masa depan kembali menunjukkan keajaibannya. Saya katakan ajaib karena memang awalnya saya menyesal sekali tidak langsung melanjutkan kuliah S2 agar bisa segera menjadi dosen seperti teman yang lain, tapi akhir akhir ini saya merasa sangat bersyukur. Betapa tidak, saya membayangkan jika saya saat itu langsung mendapat beasiswa untuk S2 dan tidak bekerja, bagaimana keluarga saya bisa melanjutkan hidup? Enam bulan saya bekerja, ayah saya meninggal dunia. Sedangkan ibu saya penghasilannya sangat pas-pasan. Adik saya masih dua, yang satu kuliah dan yang satu sekolah MAN, setara SMA. Bagaimana adik-adik saya bisa bersekolah?
Itu salah satu keajaiban masa depan yang saya rasakan sendiri. Sekarang saya tidak menyesal melepas beasiswa S2 saya dulu. Saya bersyukur atas jalan yang saya lalui selama ini. Dan sekarang saya sedang berusaha melaksanakan rencana saya dulu untuk S2, karena ibu saya sudah siap untuk membiayai adik-adik saya kuliah. Entah itu dengan beasiswa atau dengan biaya sendiri. Saya gagal di beasiswa saya yang pertama. Tapi saya maklum karena saya tidak fokus dan disibukkan oleh pekerjaan. Saya mencoba peruntungan dengan mengajukan lagi. Nothing to lose. Dapat alhamdulillah, tidak alhamdulillah. Saya mengakui kemampuan dan daya pikir saya, khususnya di bidang akademis sudah memudar, tidak secemerlang dulu. Inilah resiko jika lama bekerja, sudah hampir 3 tahun. Tapi saya tetap nekat ingin melanjutkan kuliah S2, tanpa beasiswa dengan biaya sendiri, jika memang beasiswa percobaan kedua masih gagal. Karena itu adalah keinginan saya dan amanah dari almarhum ayah yang ingin saya lanjut S2, lebih tinggi dari ayah saya yang S1.
Sekali lagi, masa depan memang misteri. Tapi tidak menakutkan, bahkan sangat menarik. Karena masa depan yang tidak pasti dan penuh misteri inilah kita hendaknya selalu bersemangat untuk meniti langkah kita, hari demi hari, untuk membuktikan masa depan kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar