Alay,
entah darimana istilah tersebut muncul pertama kali. Alay, kependekan
dari Anak Lebay (Berlebihan), bisa juga dianggap kepanjangan dari Anak
Layangan. Seingat saya kata Lebay mulai muncul saat saya masih
berseragam SMA. Entah berasal dari bahasa mana kata Lebay tersebut, dan
seingat saya pula ada yang mengatakan kata itu berasal dari kata Lebah.
Yang jelas, istilah tersebut sampai saat ini belum ada di Kamus Besar
Bahasa Indonesia maupun di kamus bahasa apapun di dunia.
Saat ini
kita sudah sangat tidak asing dengan orang-orang Alay yang lazim disebut
Alayers. Di sekitar kita sudah mewabah virus Alay ini. Tidak hanya di social mediaseperti
Facebook, Twitter atau yang lain, namun di lingkungan sekitar kita juga
sudah merajalela para Alayers. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan
mereka para Alayers. Karena mungkin itu salah satu lifestyle anak muda jaman sekarang. Namun satu hal besar yang mengganggu pikiran saya adalah penggunaan bahasa mereka.
Yap!
Pasti semua setuju dengan saya bahwa bahasa Alay adalah perusak Bahasa
Indonesia. Bahasa yang telah diikrarkan di Sumpah Pemuda tahun 1928
sebagai bahasa persatuan Indonesia ini seakan tidak ada lagi harganya di
hadapan mereka.Kata-kata baku yang sudah ada di Pedoman Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) seakan tidak lagi diabaikan. Kata-kata itu diubah
menjadi kata yang sesuai dengan keinginan mereka sendiri.
Sedikit
informasi, bahasa Alay bisa dibagi menjadi 3, yaitu bahasa Alay dengan
huruf besar kecil, bahasa Alay dengan campuran angka dan bahasa Alay
dengan penyingkatan sesingkat-singkatnya. Memang ketiga bahasa tersebut
lazim digunakan pada saat melakukan SMS (Short Message Services),
namun tak jarang terbawa di kehidupan sehari-hari, bahkan di sebuah
forum resmi sekalipun. Ada sebuah pengalaman penulis bahwa suatu saat
dosen mengajar, dia bercerita bahwa pernah diSMS mahasiswa dengan bahasa
Alay. Walaupun sebenarnya isi SMS tersebut penting, dosen tersebut
tidak menggubris dan langsung menghapus SMS tersebut. akhirnya pengirim
pun meminta maaf.
Itu hanyalah sebuah contoh kecil bagaimana
dampak penggunaan bahasa Alay yang terbawa sampai di kehidupan formal.
Jika dibiarkan berlarut-larut, bisa saja penggunaan Bahasa Alay ini
semakin meluas dan semakin meracuni nilai dari Bahasa Indonesia.dan
parahnya adalah sekarang sudah muncul kamus Alay yang berisi kata-kata
yang telah dimodifikasi dari Bahasa Indonesia dan memudahkan Alayers
untuk menggunakan berbagai kosakata baru bahasa Alay.
Saat ini
sebagian besar generasi muda sudah banyak yang menjadi pengikut alay dan
mengikuti trend ini. Sekali lagi, jika memang dianggap trend dan
lifestyle boleh-boleh saja, asalkan mampu berlaku adil. Adil disini
berarti mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Termasuk mampu
menggunakan bahasa pada tempatnya/ tergantung situasi. Saat dengan
sebaya sah-sah saja menggunakan bahasa Alay. Tapi jika sudah masuk ke
kehidupan formal, misalnya sekolah atau kuliah, silahkan ditanggalkan
dahulu.
Alay, sesuai dengan kepanjangannya yaitu Anak Layangan,
adalah remaja yang masih seperti layang-layang. Labil dan mudah
mengikuti arus angin. Bisa ditarik dan diulur. Akhirnya bisa putus di
udara. Namun itu semua adalah sebuah kewajaran. Dalam siklus kehidupan,
tahap ini dinamakan masa Pubertas. Masa dimana remaja beranjak dewasa
dan mulai mencari jatidiri dan pengakuan dari orang lain. Dan menjadi
alayers mungkin adalah salah satu wadah untuk menunjukkan jati diri dan
sarana untuk bisa mendapat pengakuan dari orang lain. Namun tetap perlu
adanya kontrol dari orang tua maupun masyarakat agar bahasa Alay yang
kerap digunakan tidak tercampur baur ke dalam penggunaan bahasa
Indonesia. Agar mereka mampu memilah dimana harus menggunakan bahasa
Alay, kapan harus menggunakan Bahasa Indonesia yang kita cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar