Senin, 03 Februari 2014

Alayers, Pencemar Bahasa Indonesia

Alay, entah darimana istilah tersebut muncul pertama kali. Alay, kependekan dari Anak Lebay (Berlebihan), bisa juga dianggap kepanjangan dari Anak Layangan. Seingat saya kata Lebay mulai muncul saat saya masih berseragam SMA. Entah berasal dari bahasa mana kata Lebay tersebut, dan seingat saya pula ada yang mengatakan kata itu berasal dari kata Lebah. Yang jelas, istilah tersebut sampai saat ini belum ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia maupun di kamus bahasa apapun di dunia.
Saat ini kita sudah sangat tidak asing dengan orang-orang Alay yang lazim disebut Alayers. Di sekitar kita sudah mewabah virus Alay ini. Tidak hanya di social mediaseperti Facebook, Twitter atau yang lain, namun di lingkungan sekitar kita juga sudah merajalela para Alayers. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan mereka para Alayers. Karena mungkin itu salah satu lifestyle anak muda jaman sekarang. Namun satu hal besar yang mengganggu pikiran saya adalah penggunaan bahasa mereka.
Yap! Pasti semua setuju dengan saya bahwa bahasa Alay adalah perusak Bahasa Indonesia. Bahasa yang telah diikrarkan di Sumpah Pemuda tahun 1928 sebagai bahasa persatuan Indonesia ini seakan tidak ada lagi harganya di hadapan mereka.Kata-kata baku yang sudah ada di Pedoman Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) seakan tidak lagi diabaikan. Kata-kata itu diubah menjadi kata yang sesuai dengan keinginan mereka sendiri.
Sedikit informasi, bahasa Alay bisa dibagi menjadi 3, yaitu bahasa Alay dengan huruf besar kecil, bahasa Alay dengan campuran angka dan bahasa Alay dengan penyingkatan sesingkat-singkatnya. Memang ketiga bahasa tersebut lazim digunakan pada saat melakukan SMS (Short Message Services), namun tak jarang terbawa di kehidupan sehari-hari, bahkan di sebuah forum resmi sekalipun. Ada sebuah pengalaman penulis bahwa suatu saat dosen mengajar, dia bercerita bahwa pernah diSMS mahasiswa dengan bahasa Alay. Walaupun sebenarnya isi SMS tersebut penting, dosen tersebut tidak menggubris dan langsung menghapus SMS tersebut. akhirnya pengirim pun meminta maaf.
Itu hanyalah sebuah contoh kecil bagaimana dampak penggunaan bahasa Alay yang terbawa sampai di kehidupan formal. Jika dibiarkan berlarut-larut, bisa saja penggunaan Bahasa Alay ini semakin meluas dan semakin meracuni nilai dari Bahasa Indonesia.dan parahnya adalah sekarang sudah muncul kamus Alay yang berisi kata-kata yang telah dimodifikasi dari Bahasa Indonesia dan memudahkan Alayers untuk menggunakan berbagai kosakata baru bahasa Alay.
Saat ini sebagian besar generasi muda sudah banyak yang menjadi pengikut alay dan mengikuti trend ini. Sekali lagi, jika memang dianggap trend dan lifestyle boleh-boleh saja, asalkan mampu berlaku adil. Adil disini berarti mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Termasuk mampu menggunakan bahasa pada tempatnya/ tergantung situasi. Saat dengan sebaya sah-sah saja menggunakan bahasa Alay. Tapi jika sudah masuk ke kehidupan formal, misalnya sekolah atau kuliah, silahkan ditanggalkan dahulu.
Alay, sesuai dengan kepanjangannya yaitu Anak Layangan, adalah remaja yang masih seperti layang-layang. Labil dan mudah mengikuti arus angin. Bisa ditarik dan diulur. Akhirnya bisa putus di udara. Namun itu semua adalah sebuah kewajaran. Dalam siklus kehidupan, tahap ini dinamakan masa Pubertas. Masa dimana remaja beranjak dewasa dan mulai mencari jatidiri dan pengakuan dari orang lain. Dan menjadi alayers mungkin adalah salah satu wadah untuk menunjukkan jati diri dan sarana untuk bisa mendapat pengakuan dari orang lain. Namun tetap perlu adanya kontrol dari orang tua maupun masyarakat agar bahasa Alay yang kerap digunakan tidak tercampur baur ke dalam penggunaan bahasa Indonesia. Agar mereka mampu memilah dimana harus menggunakan bahasa Alay, kapan harus menggunakan Bahasa Indonesia yang kita cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar