Di
Indonensia berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
1995 menunjukkan bahwa penyakit Tuberculosis yang menyerang paru-paru
yang lebih dikenal dengan sebutan TB paru, merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernafasan pada semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan
penyakit infeksi.
WHO memperkirakan bahwa di Indonesia setiap
tahunnya setiap 100.000 penduduk terdapat 115 penderita baru TB paru
dengan BTA positif. Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia
produktif.
Provinsi Jawa Timur juga belum bisa lepas diri. Bahkan,
wilayah ini termasuk penyumbang terbanyak di Indonesia, diperkirakan
ada peningkatan jumlah penderita TB hampir 45% dibanding tahun-tahun
sebelumnya.
Tercatat sebanyak 33.355 penderita naik menjadi 35.877
penderita pada tahun 2006. (Kompas, 2007). Di Kabupaten Jember,
terdapat 2.591 orang yang diperiksa untuk mengetahui status TB parunya.
Dari jumlah itu terdapat 1.815 orang yang positif TB paru. Sedangkan
yang sembuh mencapai 1.627 orang.
Pada tahun 2010, ada peningkatan
jumlah orang yang diduga menderita TB paru yaitu sebanyak 2.662 orang.
Dari hasil pemeriksaan diketahui jumlah orang yang positif menderita TB
paru sebanyak 1.943 orang.
Untuk tahun 2011 hingga bulan April,
sudah ada 736 orang yang diduga menderita TB paru. Dengan hasil positif
pada 543 orang. Angka DO di Jember mencapai 2 sampai 2,5 persen dari
total penderita TB paru. Angka DO yang terbilang cukup tinggi (Dinas
Kesehatan Kabupaten Jember, tahun 2010).
Penyakit TB disebabkan
oleh bakteri Mycobakterium tuberculosa, yang berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Bakteri Tahan Asam
(BTA). Penularan penyakit TB adalah melalui udara yang tercemar oleh
Mycobakterium tuberculosa yang dilepaskan atau dikeluarkan oleh si
penderita TB saat batuk.
Bakteri ini masuk ke dalam paru-paru dan
berkumpul hingga berkembang menjadi banyak (terutama pada orang yang
memiliki daya tahan tubuh rendah). Gejala penyakit TB yaitu demam tidak
terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul, Penurunan nafsu makan dan berat badan, batuk
selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah), perasaan
tidak enak (malaise), lemah, suara nafas melemah yang disertai sesak,
dan lain-lain (Kompas, tahun 2007).
Menimbang masalah kesehatan
tersebut pendekatan yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah ini
adalah perlunya dibangun kemitraan yang efektif sesuai dengan yang
dibutuhkan untuk kelancaran program penanggulangan TB dan salah satu
langkah untuk memecahkan masalah adalah dengan melibatkan model
kemitraan atau paguyuban.
Kemitraan pada esensinya adalah dikenal
dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik
secara individual maupun kelompok. Paguyuban di wilayah kerja Puskesmas
dengan angka kesembuhan rendah adalah sebagai salah satu pendekatan
kemitraan yang berbasis komunitas dalam program penanggulangan TB.
Kegiatan
dalam suatu paguyuban tersebut meliputi penjaringan, pendampingan, dan
promosi atau penyuluhan. Untuk membangun sebuah kemitraan, harus
didasarkan pada hal-hal berikut antara lain kesamaan perhatian (common
interest) atau kepentingan, saling mempercayai dan saling menghormati,
tujuan yang jelas dan terukur, serta kesediaan untuk berkorban baik,
waktu, tenaga, maupun sumber daya yang lain (Fahruda, tahun 2005).
Metode
pendekatan dengan menggunakan paguyuban dipilih karena paguyuban banyak
digunakan untuk menampung orang-orang yang memiliki minat, latar
belakang, motivasi yang sama dan kebanyakan digunakan untuk menumbuhkan
rasa saling memiliki dan persaudaraan.
Demikian halnya dengan
paguyuban penderita dan mantan penderita TB Paru ini. Paguyuban TB yang
berisi masyarakat sekitar penderita akan lebih efektif membantu
penanggulangan TB di masyarakat karena masyarakat tersebut lebih dikenal
dan lebih akrab dengan penderita maupun suspect penderita TB sehingga
akan lebih diterima dengan tangan terbuka.
Berbeda dengan petugas
yang belum tentu akan diterima dengan baik oleh mereka. Oleh karena itu
pembentukan paguyuban TB sangat efektif membantu upaya penanggulangan TB
di Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember melalui kemitraan yang berbasis
komunitas dari, oleh dan untuk masyarakat menuju Indonesia Bebas TB.
Paguyuban
TB “AWASI” ini bertujuan untuk membantu menurunkan angka kesakitan TB
yang menjadi masalah kesehatan di masyarakat Kecamatan Sukowono
Kabupaten Jember. Paguyuban TB ini terbentuk dengan ketua, sekretaris,
bendahara dan tiga seksi yaitu seksi penjaringan, seksi pendampingan dan
seksi penyuluhan. Seksi penjaringan berfungsi menjaring penderita,
seksi pendampingan bertugas sebagai PMO (Pengawas Minum Obat), dan seksi
penyuluhan bertugas memberikan penyuluhan tentang TB.
Paguyuban
TB “AWASI” ini untuk membentuk sebuah kemitraan di dalam masyarakat
sebagai wadah untuk menghasilkan masyarakat mandiri yang peduli terhadap
kesehatan, khususnya penyakit TB paru.
Kepengurusan dalam
Paguyuban TB ini terdiri dari mantan-mantan penderita TB, penderita dan
petugas kesehatan dari Puskesmas Sukowono. Dalam Paguyuban TB “AWASI”
terdapat tiga seksi yaitu seksi penjaringan, seksi pendampingan dan
seksi penyuluhan yang ketiganya bertugas secara sinergis menanggulangi
penyakit TB di Kecamatan Sukowono.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar