Senin, 03 Februari 2014

Paguyuban Tuberculosis AWASI (Atasi Penyakitnya, Waspada Penularannya, Ikuti Pengobatannya), Wadah Penderita TB di Jember

Di Indonensia berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit Tuberculosis yang menyerang paru-paru yang lebih dikenal dengan sebutan TB paru, merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi.
WHO memperkirakan bahwa di Indonesia setiap tahunnya setiap 100.000 penduduk terdapat 115 penderita baru TB paru dengan BTA positif. Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia produktif.
Provinsi Jawa Timur juga belum bisa lepas diri. Bahkan, wilayah ini termasuk penyumbang terbanyak di Indonesia, diperkirakan ada peningkatan jumlah penderita TB hampir 45% dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Tercatat sebanyak 33.355 penderita naik menjadi 35.877 penderita pada tahun 2006. (Kompas, 2007). Di Kabupaten Jember, terdapat 2.591 orang yang diperiksa untuk mengetahui status TB parunya. Dari jumlah itu terdapat 1.815 orang yang positif TB paru. Sedangkan yang sembuh mencapai 1.627 orang.
Pada tahun 2010, ada peningkatan jumlah orang yang diduga menderita TB paru yaitu sebanyak 2.662 orang. Dari hasil pemeriksaan diketahui jumlah orang yang positif menderita TB paru sebanyak 1.943 orang.
Untuk tahun 2011 hingga bulan April, sudah ada 736 orang yang diduga menderita TB paru. Dengan hasil positif pada 543 orang. Angka DO di Jember mencapai 2 sampai 2,5 persen dari total penderita TB paru. Angka DO yang terbilang cukup tinggi (Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, tahun 2010).
Penyakit TB disebabkan oleh bakteri Mycobakterium tuberculosa, yang berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Penularan penyakit TB adalah melalui udara yang tercemar oleh Mycobakterium tuberculosa yang dilepaskan atau dikeluarkan oleh si penderita TB saat batuk.
Bakteri ini masuk ke dalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak (terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah). Gejala penyakit TB yaitu demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul, Penurunan nafsu makan dan berat badan, batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah), perasaan tidak enak (malaise), lemah, suara nafas melemah yang disertai sesak, dan lain-lain (Kompas, tahun 2007).
Menimbang masalah kesehatan tersebut pendekatan yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah ini adalah perlunya dibangun kemitraan yang efektif sesuai dengan yang dibutuhkan untuk kelancaran program penanggulangan TB dan salah satu langkah untuk memecahkan masalah adalah dengan melibatkan model kemitraan atau paguyuban.
Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Paguyuban di wilayah kerja Puskesmas dengan angka kesembuhan rendah adalah sebagai salah satu pendekatan kemitraan yang berbasis komunitas dalam program penanggulangan TB.
Kegiatan dalam suatu paguyuban tersebut meliputi penjaringan, pendampingan, dan promosi atau penyuluhan. Untuk membangun sebuah kemitraan, harus didasarkan pada hal-hal berikut antara lain kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan, saling mempercayai dan saling menghormati, tujuan yang jelas dan terukur, serta kesediaan untuk berkorban baik, waktu, tenaga, maupun sumber daya yang lain (Fahruda, tahun 2005).
Metode pendekatan dengan menggunakan paguyuban dipilih karena paguyuban banyak digunakan untuk menampung orang-orang yang memiliki minat, latar belakang, motivasi yang sama dan kebanyakan digunakan untuk menumbuhkan rasa saling memiliki dan persaudaraan.
Demikian halnya dengan paguyuban penderita dan mantan penderita TB Paru ini. Paguyuban TB yang berisi masyarakat sekitar penderita akan lebih efektif membantu penanggulangan TB di masyarakat karena masyarakat tersebut lebih dikenal dan lebih akrab dengan penderita maupun suspect penderita TB sehingga akan lebih diterima dengan tangan terbuka.
Berbeda dengan petugas yang belum tentu akan diterima dengan baik oleh mereka. Oleh karena itu pembentukan paguyuban TB sangat efektif membantu upaya penanggulangan TB di Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember melalui kemitraan yang berbasis komunitas dari, oleh dan untuk masyarakat menuju Indonesia Bebas TB.
Paguyuban TB “AWASI” ini bertujuan untuk membantu menurunkan angka kesakitan TB yang menjadi masalah kesehatan di masyarakat Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Paguyuban TB ini terbentuk dengan ketua, sekretaris, bendahara dan tiga seksi yaitu seksi penjaringan, seksi pendampingan dan seksi penyuluhan. Seksi penjaringan berfungsi menjaring penderita, seksi pendampingan bertugas sebagai PMO (Pengawas Minum Obat), dan seksi penyuluhan bertugas memberikan penyuluhan tentang TB.
Paguyuban TB “AWASI” ini untuk membentuk sebuah kemitraan di dalam masyarakat sebagai wadah untuk menghasilkan masyarakat mandiri yang peduli terhadap kesehatan, khususnya penyakit TB paru.
Kepengurusan dalam Paguyuban TB ini terdiri dari mantan-mantan penderita TB, penderita dan petugas kesehatan dari Puskesmas Sukowono. Dalam Paguyuban TB “AWASI” terdapat tiga seksi yaitu seksi penjaringan, seksi pendampingan dan seksi penyuluhan yang ketiganya bertugas secara sinergis menanggulangi penyakit TB di Kecamatan Sukowono.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar