"Mas, sebenarnya BPJS itu apa? Trus JKN itu apanya? Trus soal
Jamkesmas sama Askeskin itu bagaimana? Apakah dihapus?" Pertanyaan itu
muncul dari seorang warga desa yang mengobrol dengan saya tepat pada
tahun baru kemarin. Saat itu kebetulan saya berada di desa mengikuti
kegiatan selamatan dan ada siaran televisi tentang BPJS. Saya terkejut
dengan pertanyaan itu. Mengapa? Pertama, saya lupa bahwa hari ini tahun
baru dan hari ini merupakan awal dimulainya era baru jaminan kesehatan
di Indonesia. Kedua, saya sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan mereka
dengan sempurna. Padahal saya adalah seorang lulusan Fakultas Kesehatan
Masyarakat yang seharusnya update tentang informasi terkini tentang
isu-isu kesehatan dan yang dulu selalu bersuara tentang isu tersebut.
Akhirnya saya mencari informasi beberapa hal tentang BPJS, JKN, dan
SJSN.
Tepat 1 Januari 2014 kemarin, BPJS (Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan memulai sepak terjangnya.
Lembaga bentukan pemerintah ini merupakan gabungan dari PT. Asuransi
Kesehatan (Askes) dan PT. Jamsostek (Jaminan Sosial Ketenagakerjaan).
Sebuah titik terang bagi kesehatan masyarakat di Indonesia. BPJS
Kesehatan merupakan eksekusi dari JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang
mengacu pada SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional). Setelah sekian
lama digodok dan diperdebatkan, akhirnya implementasinya dapat kita
rasakan. Jaminan kesehatan atau kita lebih mengenal dengan istilah
asuransi kesehatan selama ini hanya bagi segelintir orang saja. Pegawai
negeri sipil (PNS) merasakan manfaat dari PT. Askes dan bagi pegawai
perusahaan swasta merasakan jaminan dari asuransi kesehatan dari
asuransi swasta.
Disini saya tidak ingin membahas tuntas
mengenai BPJS, JKN, dan SJSN karena saya sendiri masih butuh banyak
informasi tentang hal tersebut. Untuk yang ingin mempelajari lebih
mendalam, silahkan kunjungi website berikut ini. http://www.bpjs-kesehatan.go.id/home.
Berbicara tentang jaminan kesehatan, memang merupakan sebuah isu yang
sangat sensitif. Sudah banyak program dari pemerintah tentang jaminan
sosial kesehatan. Mulai dari Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),
Asuransi Kesehatan Rakyat Miskin (Askeskin) hingga di pemerintah daerah
yang meluncurkan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Belum lagi tren
terbaru yang saat ini mulai banyak direplikasi di banyak daerah adalah
ide Kartu Jakarta Sehat (KJN) yang membuat masyarakat bisa mendapatkan
pelayanan kesehatan gratis. Namun sepertinya asas pemerataan masih belum
dapat terealisasi dengan baik mengingat memang wilayah Indonesia yang
sangat luas dan jumlah penduduknya yang sangat banyak.
Saya
teringat dengan almarhum ayah saya. Beliau bukanlah seorang Pegawai
Negeri Sipil yang mendapat jaminan dari PT. ASKES. Ayah saya hanyalah
seorang guru honorer. Kami tidak memiliki jaminan kesehatan apapun dan
tidak mengikuti asuransi swasta manapun. Kebetulan di keluarga kami
tidak ada yang pernah mengalami sakit yang sangat berat sehingga belum
begitu terasa dampak tidak adanya jaminan kesehatan. Tapi semua berbeda
saat ayah saya mulai sakit. Dokter mendiagnosa beliau terkena penyakit
pembengkakan dan kebocoran jantung. Ayah saya berkali-kali harus di
opname di rumah sakit. Pertama di rumah sakit umum milik pemerintah
dengan harga yang agak ringan, namun dengan pelayanan yang tidak
memuaskan. Yang kedua kalinya ayah saya diopname di rumah sakit swasta
demi mendapatkan pelayanan yang terbaik. Dan konsekuensinya adalah biaya
yang sangat tinggi. Disinilah kami merasakan beratnya biaya tersebut,
karena sama sekali tidak ada jaminan kesehatan untuk kami.
Dari
pengalaman dari almarhum ayah saya ini, saya disini menjadi begitu
geram. Mengapa ayah saya tidak mendapatkan jaminan kesehatan? Mengapa
jaminan dari PT. Askes hanya bagi kalangan tertentu saja? Tidak untuk
semua, termasuk keluarga kami yang bukan dari keluarga berada ini? BPJS
Kesehatan ini akan menjadi hal yang cukup melegakan bagi saya pribadi.
Ada secercah harapan untuk tidak lagi ada ayah-ayah saya yang lain dan
lebih banyak lagi keluarga lain yang tidak merasakan manfaat dari
jaminan kesehatan.
Memang dengan berlakunya system baru
ini per tanggal 1 Januari 2014 kemarin tidak serta merta program ini
dapat berjalan secara menyeluruh dan lancar. Perlu waktu untuk
mensosialisasikan, memeratakan serta mengimplementasikan secara
konsekuen dan bertanggung-jawab. Di sisi lain, pengawasan serta
akuntabilitas implementasinya juga harus dapat dipertanggung jawabkan.
Hajatan besar ini sangat rawan akan penyelewengan dan korupsi
disana-sini. Dan inilah yang banyak dikuatirkan berbagai pihak.
Memang
kebijakan kesehatan termutakhir ini masih memunculkan pro dan kontra
dimana-mana. Dan itu adalah sebuah hal yang sangat wajar di saat ada
sebuah hal baru pastinya akan menimbulkan pro dan kontra dari berbagai
pihak yang memang perlu disikapi secara bijak.
Tugas kita
saat ini, termasuk saya, adalah mendukung dengan sepenuhnya kebijakan
ini dengan cara mengikuti prosedur yang harus dilakukan sebagai salah
satu penerima manfaat serta mengawasi implementasinya hingga ke tingkat
terkecil. Jika semua berjalan beriringan, baik dari pemerintah, swasta
maupun masyarakat, maka bukan tidak mungkin Indonesia Sehat 2015 dapat
tercapai dan tidak perlu untuk diperpanjang lagi. Ataupun jika memang
harus diperpanjang lagi, maka bukan lagi sekedar slogan saja, namun
benar-benar bisa tercapai.
Kesehatan bukan milik satu atau dua pihak saja, tapi juga milik semua orang.
Because..
Health is not everything, but everything without health are nothing..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar