Senin, 03 Februari 2014

Menatap Asa Indonesia Sehat 2015 dengan BPJS dan JKN

"Mas, sebenarnya BPJS itu apa? Trus JKN itu apanya? Trus soal Jamkesmas sama Askeskin itu bagaimana? Apakah dihapus?" Pertanyaan itu muncul dari seorang warga desa yang mengobrol dengan saya tepat pada tahun baru kemarin. Saat itu kebetulan saya berada di desa mengikuti kegiatan selamatan dan ada siaran televisi tentang BPJS. Saya terkejut dengan pertanyaan itu. Mengapa? Pertama, saya lupa bahwa hari ini tahun baru dan hari ini merupakan awal dimulainya era baru jaminan kesehatan di Indonesia. Kedua, saya sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan mereka dengan sempurna. Padahal saya adalah seorang lulusan Fakultas Kesehatan Masyarakat yang seharusnya update tentang informasi terkini tentang isu-isu kesehatan dan yang dulu selalu bersuara tentang isu tersebut. Akhirnya saya mencari informasi beberapa hal tentang BPJS, JKN, dan SJSN.

Tepat 1 Januari 2014 kemarin, BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan memulai sepak terjangnya. Lembaga bentukan pemerintah ini merupakan gabungan dari PT. Asuransi Kesehatan (Askes) dan PT. Jamsostek (Jaminan Sosial Ketenagakerjaan). Sebuah titik terang bagi kesehatan masyarakat di Indonesia. BPJS Kesehatan merupakan eksekusi dari JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang mengacu pada SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional). Setelah sekian lama digodok dan diperdebatkan, akhirnya implementasinya dapat kita rasakan. Jaminan kesehatan atau kita lebih mengenal dengan istilah asuransi kesehatan selama ini hanya bagi segelintir orang saja. Pegawai negeri sipil (PNS) merasakan manfaat dari PT. Askes dan bagi pegawai perusahaan swasta merasakan jaminan dari asuransi kesehatan dari asuransi swasta.

Disini saya tidak ingin membahas tuntas mengenai BPJS, JKN, dan SJSN karena saya sendiri masih butuh banyak informasi tentang hal tersebut. Untuk yang ingin mempelajari lebih mendalam, silahkan kunjungi website berikut ini. http://www.bpjs-kesehatan.go.id/home. Berbicara tentang jaminan kesehatan, memang merupakan sebuah isu yang sangat sensitif. Sudah banyak program dari pemerintah tentang jaminan sosial kesehatan. Mulai dari Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Asuransi Kesehatan Rakyat Miskin (Askeskin) hingga di pemerintah daerah yang meluncurkan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Belum lagi tren terbaru yang saat ini mulai banyak direplikasi di banyak daerah adalah ide Kartu Jakarta Sehat (KJN) yang membuat masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan gratis. Namun sepertinya asas pemerataan masih belum dapat terealisasi dengan baik mengingat memang wilayah Indonesia yang sangat luas dan jumlah penduduknya yang sangat banyak.

Saya teringat dengan almarhum ayah saya. Beliau bukanlah seorang Pegawai Negeri Sipil yang mendapat jaminan dari PT. ASKES. Ayah saya hanyalah seorang guru honorer. Kami tidak memiliki jaminan kesehatan apapun dan tidak mengikuti asuransi swasta manapun. Kebetulan di keluarga kami tidak ada yang pernah mengalami sakit yang sangat berat sehingga belum begitu terasa dampak tidak adanya jaminan kesehatan. Tapi semua berbeda saat ayah saya mulai sakit. Dokter mendiagnosa beliau terkena penyakit pembengkakan dan kebocoran jantung. Ayah saya berkali-kali harus di opname di rumah sakit. Pertama di rumah sakit umum milik pemerintah dengan harga yang agak ringan, namun dengan pelayanan yang tidak memuaskan. Yang kedua kalinya ayah saya diopname di rumah sakit swasta demi mendapatkan pelayanan yang terbaik. Dan konsekuensinya adalah biaya yang sangat tinggi. Disinilah kami merasakan beratnya biaya tersebut, karena sama sekali tidak ada jaminan kesehatan untuk kami.

Dari pengalaman dari almarhum ayah saya ini, saya disini menjadi begitu geram. Mengapa ayah saya tidak mendapatkan jaminan kesehatan? Mengapa jaminan dari PT. Askes hanya bagi kalangan tertentu saja? Tidak untuk semua, termasuk keluarga kami yang bukan dari keluarga berada ini? BPJS Kesehatan ini akan menjadi hal yang cukup melegakan bagi saya pribadi. Ada secercah harapan untuk tidak lagi ada ayah-ayah saya yang lain dan lebih banyak lagi keluarga lain yang tidak merasakan manfaat dari jaminan kesehatan.

Memang dengan berlakunya system baru ini per tanggal 1 Januari 2014 kemarin tidak serta merta program ini dapat berjalan secara menyeluruh dan lancar. Perlu waktu untuk mensosialisasikan, memeratakan serta mengimplementasikan secara konsekuen dan bertanggung-jawab. Di sisi lain, pengawasan serta akuntabilitas implementasinya juga harus dapat dipertanggung jawabkan. Hajatan besar ini sangat rawan akan penyelewengan dan korupsi disana-sini. Dan inilah yang banyak dikuatirkan berbagai pihak.
Memang kebijakan kesehatan termutakhir ini masih memunculkan pro dan kontra dimana-mana. Dan itu adalah sebuah hal yang sangat wajar di saat ada sebuah hal baru pastinya akan menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak yang memang perlu disikapi secara bijak.

Tugas kita saat ini, termasuk saya, adalah mendukung dengan sepenuhnya kebijakan ini dengan cara mengikuti prosedur yang harus dilakukan sebagai salah satu penerima manfaat serta mengawasi implementasinya hingga ke tingkat terkecil. Jika semua berjalan beriringan, baik dari pemerintah, swasta maupun masyarakat, maka bukan tidak mungkin Indonesia Sehat 2015 dapat tercapai dan tidak perlu untuk diperpanjang lagi. Ataupun jika memang harus diperpanjang lagi, maka bukan lagi sekedar slogan saja, namun benar-benar bisa tercapai.
Kesehatan bukan milik satu atau dua pihak saja, tapi juga milik semua orang.
Because..
Health is not everything, but everything without health are nothing..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar