Jumat, 14 Februari 2014

Ketika Agama Mulai Di'absurd'kan

Melihat berita yang ada di media yang ada saat ini, sungguh ada dua hal yang ada di benak saya. Pertama pusing karena setiap hari disuguhi dengan ribuan masalah di negeri ini. Yang kedua, miris. Banyak hal yang harusnya tidak dilakukan karena bertentangan dengan akal sehat malah cenderung diekspose habis-habisan. Saya disini tidak menyoroti kasus Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan yang mengikuti jejak Ahmad Fathanah sebagai pencinta wanita yang banyak harta. 

Terlalu tidak penting dan tidak ada urgenisitasnya dengan kita. Namun yang akan saya bahas adalah mengenai berita terpanas akhir-akhir ini yang berhubungan dengan Agama. Mungkin banyak dari teman-teman pembaca sudah paham dengan maksud saya. Tapi mungkin pula ada sebagian lain yang tidak update informasi berita sehingga tidak tahu isu apa yang saya maksud. Untuk itu akan saya bahas satu persatu.

Pertama adalah tentang seorang yang disebut ustadz yang telah menodai sendiri gelar ustadznya itu. Namanya Ustadz Hariri. Kejadiannya adalah dia menginjak kepala seorang pemilik sound dengan lututnya di depan umum saat sedang berceramah. 

Awalnya saya juga tidak "ngeh" dengan kasus tersebut. Maklum, saya tidak ada televisi untuk dilihat setiap hari. Internetlah satu-satunya sumber update saya. Setelah sekilas mendengar kabar tersebut, saya langsung mengklarifikasinya dengan berselancar di dunia maya. Dan yang pertama terucap dari mulut saya adalah Astaghfirullahal adzim. Ternyata ustadz yang dimaksud adalah ustadz nyentrik dengan gaya mirip Deddy Corbuzier dan kata khas "coy"nya namun dibalut dengan surban yang dulu muncul pertama kali dalam sinetron ISLAM KTP.

Saya ingat betul wajahnya dan gaya ceramahnya. Nadanya memang selalu meninggi saat berceramah. Namun saya pikir itu memang ciri khasnya dalam berdakwah. Bukan semata karena temperamennya yang kasar. Dan semua itu terjawab sekarang melalui video yang saya lihat langsung bahwa memang benar dia menginjak kepala seorang lelaki paruh baya di depan umum. Kronologinya sendiri saya tidak paham. Namun garis besarnya mungkin begini. Saat itu dia sedang berceramah di suatu kampung. Nah saat berceramah, dia terganggu dengan trouble dari sound system yang ada. Lalu dia memanggil pemilik sound system untuk maju. Awalnya dia hanya memarahinya. Si pemilik sound memohon maaf dan sudah terlihat sangat malu. Namun ternyata tidak berhenti sampai di situ. Pemilik sound itu langsung disuruh maju, menundukkan kepala dan dengan angkuhnya dia menginjakkan dengkulnya ke leher pemilik sound yang tak berdaya itu.
Speechless. Ya, itu yang saya rasakan saat selesai melihatnya. Seorang ustadz, yang harusnya memberikan mauidhoh hasanah, pesan yang baik dan juga uswatun hasanah, teladan yang baik. Pertanyaan pertama adalah pantaskah dia masih disebut Ustadz? Sebenarnya jika ditelisik dari segi bahasa, kata ustadz artinya adalah guru. Guru yang mendidik, mengajar dan memberikan penjelasan kepada anak didiknya. Memang, tidak ada sekolah profesi khusus untuk mendapatkan gelar ustadz di dunia ini. Hanya normatif saja di masyarakat. Namun untuk konteks saat ini istilah ustadz di Indonesia bergeser menjadi seseorang yang mampu berdakwah, memberikan ceramah dan taushiyah, dan bisa memberikan penjelasan mengenai agama kepada orang awam. Pengertian tersebut saya rasa masih bisa dimaklumi mengingat Indonesia bukanlah negara Islam atau negara Arab. Jadi Istilah Ustadz boleh-boleh saja dianggap seperti itu karena masih positif.
Namun saya rasa sekarang sudah lebih menyimpang lagi pengertian ustadz. Menjadi ustadz sekarang gampang. Hafal beberapa potong ayat Al Qur'an, hafal beberapa Hadis Rasul, juga terjemahannya, berpakaian layaknya orang alim. Surban peci, baju panjang dan bersuara fasih, sudah akan dipanggil "Ustadz". Tidak peduli tabiatnya seperti apa ataupun latar belakangnya apa.Termasuk kasus Ustadz Hariri ini (saya masih menggunakan kata ustadz di depannya karena tidak ada hukum yang memberlakukan pencabutan gelar ustadz saat dia bersalah.). Seingat saya dia adalah lulusan Pondok Genggong yang terkenal. Namun akhirnya tetap saja kembali kepada individu masing-masing. Lulusan pondok pesantren sebaik apapun, se"khos" apapun kiainya, jika santrinya tidak mampu menyerap ilmu yang dia dapatkan, meyakini dalam hatinya dan menyampaikannya dengan akhlaqul karimah, hasilnya akan muncul Ustadz-ustadz serupa dengan Ustadz Hariri.
Lalu sikap kita sekarang bagaimana? Apakah kita apatis dengan memandang semua ustadz sama?
Tentu tidak. Kita walaupun tidak memiliki ilmu agama yang tinggi paling tidak kita masih punya logika. Kita harus bijak memilih siapa yang menjadi panutan kita atau minimal yang kita dengarkan ceramahnya. Jika ada kasus seperti ini, sudah tidak perlu lagi lah kita untuk menggunakan jasanya untuk bertaushiyah.
 
Itu hal pertama. Selanjutnya adalah berita yang cukup menggelitik namun juga miris. Untuk mengundang antusiasme masyarakat dalam solat berjamaah, beberapa masjid menggelar undian berhadiah bagi jamaahnya. Dan hadiahnya tidak tanggung-tanggung. Sebuah mobil Toyota Innova disiapkan, bahkan dipajang di halaman masjid tersebut. Dan ada yang lebih heboh lagi yaitu berhadiah Haji dan Umroh. Luar biasa.
Saya tertegun dengan fenomena di atas. Di satu sisi saya melihatnya sebagai sebuah upaya untuk memakmurkan masjid, membuat masyarakat tergerak untuk berjamaah di masjid. Di sisi lain, apakah separah itukah umat Islam jaman sekarang, sampai-sampai harus disediakan hadiah seperti itu. Padahal solat adalah ibadah individu, yang harus diniati Lillahi ta'ala. Kita berjamaah untuk mendapatkan keutamaannya, yaitu 27 derajat lebih besar dari solat munfarid (sendirian). Nah, kalo ada mobil atau umroh sebagai rewardnya, bukankah niatnya sudah berubah? Yang dituju bukan Allah Swt lagi, tapi Toyota Innovanya atau hadiah haji dan umrohnya.
Saya terakhir membaca ternyata upaya tersebut dilakukan oleh pihak pemerintah demi mencapai gelar Kota Religius. Jika tidak salah itu di Bengkulu. Lagi-lagi, tujuannya adalah materi, materi dan materi. Agama sudah dianggap barang yang bernilai komersil. Bukan lagi sebagai pegangan atau tujuan hidup.
Absurd. Sangat absurd. Agama sangat dibuat menjadi rendah oleh tangan manusia. Entah dua fenomena diatas adalah sebuah konspirasi untuk menjelekkan imej agama Islam atau memang kadar keislaman kita sudah sangat luntur. Yang jelas dua hal di atas sudah mencoreng kesucian Agama Islam.
Sekali lagi, akal sehat benar-benar harus sehat dalam melihat berbagai persoalan. Hati nurani harus dibangunkan untuk mencermati fenomena yang ada. Ketika semua sudah absurd, jika kita tak mampu mengubahnya, minimal kita sendiri tidak ikut-ikutan absurd.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar