Rabu, 05 Februari 2014

SPBU (Seberkas Pijar Berkilau Untukku) : Chapter 10 ~ Selesai



Suara lembut membuat mataku terbuka kembali. Tapi saat kubuka mata, suasana yang ada di sekitarku sungguh berbeda. Aku berada di sebuah kamar mewah. Dimana ini?
“Bi, abi sudah bangun kan? Sekarang sudah jam setengah dua, Bi.” Suara itu membuyarkan pikiranku.
Pemiliki suara itu pergi menuju ke kamar mandi. Kudengar percikan-percikan air mengalir di tubuhnya. Kuangkat badanku perlahan. Lalu kupandang foto pernikahan di atas televisi LED 32 Inch. Sepertinya ada wajahku. Kuputar ingatanku lekat-lekat, lalu kuamati lagi foto itu.
“Astaghfirullahal adzim.” Ucapku sambil mengucek mataku.
Aku kan sudah menikah dengan Nana. Dan foto itu adalah foto pernikahanku dengan dia. Kulirik kalender di seberang spring beku. Sudah satu tahun aku menikah. Ya Allah, ternyata baru saja aku bermimpi, dan mimpi itu adalah masa laluku. Masa-masa dimana aku mengalami cobaan berat di hidupku. Aku melangkah dan mencoba memulihkan ingatanku. Aku ingat semuanya sekarang.
Sekarang aku adalah dosen di Universitas Indonesia dan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selain itu, aku juga sering mengisi acara dakwah di beberapa stasiun televisi swasta. Sedangkan Nana, menjadi pemilik perusahaan kontraktor milik papanya, mertuaku, Pak Tono. Namun sebenarnya, akulah yang memanajemen perusahaan itu, karena aku ingin Nana menjadi ibu rumah tangga.
Satu hal lagi, aku dan Nana baru saja berbahagia karena seorang manusia mungil bernama Maulana Yusuf Al Farisi telah hadir di tengah kami. Dia kini terlelap di atas singgasana tidur mungilnya.
“Ooeek, ooeek, ooeek..” suara Yusuf kecil mengagetkanku.
Kuhampiri dan kugendong penuh kasih sayang.
“Hsss....ssss.....sss....sayang...kenapa, Nak?” ujarku pada anakku.
“Oeekk, oeekk, oeekk...”
Nana keluar dengan wajah basah karena air wudlu.
“Kenapa, Bi? Pipis?” tanyanya.
“Nggak, nih. Mungkin haus, Mi.”
Nana mendekat dan mengambil alih Yusuf dari gendonganku yang lembut.
“Uh, sayaaaang. Haus ya? Mimik dulu ya?” ujarnya penuh kasih sayang. Dia mulai memberi Yusuf nutrisi yang terbaik bagi Yusuf, Air Susu Ibu.
“Bi, Abi nggak ambil air wudlu? Kita jamaah seperti biasa. Yusuf juga sebentar lagi tidur lagi. Dia kan nggak pernah rewel, ya kan, Nak?” ucapnya lembut.
“Iya, Mi”
Kumasuki kamar mandi dan kuambir air wudlu. Dingin, tapi begitu menyegarkan.
Mulai malam ini, aku ingin merasakan kebahagiaan sejati. Kebahagiaan di dunia, lebih-lebih di akhirat kelak.
Robbana atinaa fid dunyaa Hasanah, wafil akhiroti Hasanah, waqinaa aadzaabannaar..

Karya saya, Cerpen SPBU (Seberkas Pijar Berkilau Untukku) ini adalah Sekuel Pertama Antologi Cerpen “Sang Pemburu” yang dibuat untuk tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia saat SMA.
Nantikan sekuel-sekuel lainnya pada postingan selanjutnya, karya teman-teman saya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar